Tentang Salafiyah adalah Ahli Sunnah itu bisa disimak dari
pernyataan seorang ulama yang mensyarah kitab Ibnu Taimiyah sebagai berikut:
“Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyah tulisan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah Ta’ala, adalah Aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah. Adapun salah satu latar belakang penulisan, dan penamaannya dengan Al-Wasithiyah,
ialah: Bahwa seorang Qadhi (Ridhoddin Al-Washithi, pen) dari negeri Wasith
(Washithil Hajjaj, negeri antara Basrah dan Kufah, pen) yang sedang melaksanakan haji datang kepada Syaikhul Islam
dan memohon beliau untuk menulis tentang Aqidah Salafiyah yang beliau yakini. Maka beliau Rahimahullah menulisnya dalam tempo sekali jalsah, sekali ‘duduk’, seusai shalat ‘Ashar.”
(Washithil Hajjaj, negeri antara Basrah dan Kufah, pen) yang sedang melaksanakan haji datang kepada Syaikhul Islam
dan memohon beliau untuk menulis tentang Aqidah Salafiyah yang beliau yakini. Maka beliau Rahimahullah menulisnya dalam tempo sekali jalsah, sekali ‘duduk’, seusai shalat ‘Ashar.”
Menurut Ibnu Taimiyah, madzhab Ahli Sunnah Waljama’ah adalah
madzhab yang telah ada sejak dulu. Ia sudah dikenal sebelum Allah menciptakan
Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad. Ahli Sunnah ialah madzhab sahabat yang
telah menerimanya dari Nabi mereka. Barangsiapa menentang itu, menurut
pandangan Ahli Sunnah, berarti ia pembuat bid’ah. Mereka telah sepakat bahwa
ijma’ sahabat adalah hujjah, tapi mereka berbeda pendapat mengenai kedudukan ijma’ orang-orang sesudah sahabat.[
Mengapa Madzhab Ahli Sunnah dinisbatkan kepada Imam Ahmad
bin Hanbal? Mengenai masalah ini, Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Meskipun Imam
Ahmad telah masyhur sebagai Imam Sunnah dan sabar setiap menghadapi cobaan,
namun hal itu bukan berarti beliau sendiri yang memiliki suatu pendapat. Beliau
hanya mengajarkan dan menyerukan orang-orang agar kembali kepada Sunnah (yang
memang sebelumnya sudah ada dan terkenal). Beliau sangat tabah dalam menghadapi
ujian yang ditimpakan orang –yang menyuruh beliau agar meninggalkan Sunnah-
kepada beliau, sedangkan Imam-imam terdahulu telah meninggal sebelum datangnya
cobaan ini.
Cobaan itu muncul pada permulaan abad ketiga (Hijriyah)
–masa pemerintahan Al-Ma’mun dan (saudaranya) al-Mu’tashim, kemudian al-Watsiq-
pada saat kaum Jahmiyah menafikan sifat-sifat Allah dan menyerukan manusia agar
mengikuti paham mereka. Madzhab ini dianut oleh tokoh-tokoh Rafidhah (periode
terakhir) yang mendapat dukungan penguasa.
Terhadap penyimpangan tersebut, madzhab Ahli Sunnah tentu
saja menolak. Oleh karena itu, mereka sering mendapat ancaman atau siksaan. Ada
pula yang dibunuh, ditakut-takuti, ataupun dibujuk rayu. Namun dalam menghadapi
kondisi seperti ini, Imam Ahmad tetap tabah dan tegar sehingga mereka
memenjarakan beliau beberapa waktu lamanya. Kemudian mereka menantang beliau
untuk berdebat. Dan terjadilah perdebatan yang amat panjang.
Dalam perdebatan tersebut, demikian menurut Imam Ahmad,
dibahas mengenai masalah sifat-sifat Allah dan yang berkaitan denganNya,
mengenai nash-nash, dalil-dalil, antara pihak yang membenarkan dan menolak. Dengan
adanya perbedaan pandang itu akhirnya umat berpecah belah menjadi
berkelompok-kelompok.
Imam Ahmad dan Imam-imam lainnya dari Ahli Sunnah serta Ahli
Hadits sangat mengetahui kerusakan madzhab Rafidhah, Khawarij, Qadariyah,
Jahmiyah, dan Murji’ah. Namun karena adanya cobaan (mihnah, pen), maka
timbullah perdebatan. Dan Allah mengangkat kedudukan Imam (Ahmad) ini menjadi
imam Sunnah sekaligus sebagai tokohnya. Predikat itu memang layak disandangnya
karena beliau sangat gigih dalam menyebarkan, menyatakan, mengkaji nash-nash
dan atsar-atsarnya, serta menjelaskan segala rahasianya. Beliau tidak
mengeluarkan statemen-statemen baru, apalagi pandangan bid’ah.
Kegigihan beliau dalam memperjuangkan Ahli Sunnah tidak
dapat diragukan lagi, sampai-sampai sebagian ulama di Maghrib mengatakan,
“Madzhab itu milik Malik dan Syafi’i, sedangkan kepopulerannya milik Ahmad”.
Maksudnya, madzhab para Imam ushul (ad-din) itu merupakan satu madzhab seperti
yang dikatakannya.”
Jelaslah di sini bahwa Salafiyah itu tak lain adalah Ahli
Sunnah Wal Jama’ah.
Disebut Ahlus Sunnah karena kuatnya (mereka) berpegang dan
ber-ittiba’ (mengikuti) kepada Sunnah Nabi saw. Disebut Al-Jama’ah karena
mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah belah dalam urusan agama,
berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang kepada) Al-Haq, tidak
mau keluar dari jama’ah mereka, dan mengikuti apa yang telah menjadi
kesepakatan Salaful Ummah. Begitulah, disebabkan mereka adalah orang-orang yang
ittiba’ kepada Sunnah Rasulullah saw dan mengikuti atsar (jejak Salaful Ummah,
pent), maka mereka juga disebut sebagai Ahlul Hadits, Ahlul Atsar, dan Ahlul
Ittiba’. Di samping itu mereka juga dikatakan sebagai At-Thaifah
Al-Manshurah (golongan yang mendapat pertolongan Allah) dan Al-Firqah
An-Najiyah (golongan yang selamat).
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...