Menu Bar 1

Monday, 10 April 2017

Makalah Ulumul Hadist "Takhrij Hadist"

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dalam mempelajari ilmu hadits kita juga perlu mengetahui sejarah hadits, penukilan, penyampaian, kualitas, keadaan dll. Kenapa ? hadits juga merupakan dalil yang bisa dijadikan penyelesaan sebuah masalah, tapi supaya hadits itu dapat kita yakini.
Ya, kita harus mengetahui keadaan hadits, kualitas dll. Suatu nasehat dapat kita percayai
apabila kita mempercayai orang yang menyampaikannya, kita akan mempercayai oaring yang menyampaikannya kita harus mengetahui dulu tingkah lakunya. sama juga halnya dengan sebuah hadits agar kita mempercayainya, kita terlebih dahulu mengenal siapa yang mengeluarkannya dan bagamana
keadaan orang yang mengeluarkanya itu. Mungkin dalam pembahasn kami kali ini menekankan pada cara mengeluarkan hadits baik dengan keadaan perawinya, maupun terhadap kualitas haditsnya, dengan mentakhrij kita dapat mengetahui keadaan hadits dan kualitasnya. Untuk mengetahuinya lebih dalam kita harus menggunakan metode-metode. Seperti : Metode Takhrij Naql, Tashih dan I’tibar. Yang akan dipaparkan dalam bab berikutnya.bukan hanya itu saja, kita juga bisa mengetahui kegunaan dan tujuan dari takhrij hadits.

B.    RUMUSAN MASALAH

a.    Pengertian dari Takhrij Hadis ?
b.    Tujuan dan manfaat Takhrij Hadis ?
c.    Kitab-kitab yang diperlukan ?
d.    Cara pelaksanaan Takhrij Hadis ?

C.   TUJUAN

a.    Mengetahui pengertian Takhrij Hadis.
b.    Mengetahui tujuan dan manfaat Takhrij Hadis.
c.    Mengetahui kitab-kitab yang diperlukan untuk Takhrij Hadis.
d.    Mengetahui pelaksanaan Takhrij Hadis.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Takhrij Hadits

Takhrij menurut bahasa mempunyai beberapa makna, yang paling mendekati disini adalah berasal dari kata kharaja yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj yang artinya menampakan dan memperlihatkannya, dan al-makhraj artinya tempat keluar, dan akhraja al-hadits wa kharrajahu artinya menampakan dan memperlihatkan Hadis kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.[1]
Takhrij menurut istilah adalah melanjutkan tempat Hadis pada sumber aslinya yang mengeluarkan Hadis tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.
Takhrij Hadis adalah merupakan bagian dari kegiatan penelitian. Sebelum mengenal pengertian takhrij, ada baiknya juga mengenal terlebih dahulu dua kata lain yang mempunyai kata dasar yang sama dari kata khara-ja, yaitu ikhraj dan istikhraj, yang penggunaannya sedikit berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.[2]
Pengertian takhrij menurut ahli Hadis memiliki tiga (3) macam pengertian, yaitu:
a.    Usaha mencari sanad Hadis yang terdapat dalam kitab Hadis karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut. Usaha semacam ini dinamakan juga istikhraj. Misalnya seorang mengambil sebuah Hadis dari kitab Jamius Shahih Muslim, kemudian ia mencari sanad Hadis tersebut yang berbeda dengan sanad yang telah ditettapkan oleh Imam Muslim.
b.    Suatu keterangan bahwa Hadis yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusunnya Hadis mengakhiri penulisan Hadisnya dengan kata “akhrajahul Bukhari”, artinya bahwa Hadis yang dinukilkan itu terdapat kitab Jamius Shahih Bukhari. Bila ia mengakhiri dengan kata Akhrajahul Muslim berarti Hadis tersebut terdapat dalam kitab Shahih Muslim.
c.    Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi Hadis yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengerang suatu kitab. Misalnya, takhrij Alhadisil Kasysyaaf, karyanya Jamaludin Al-Hanafi adalah suatu kitab yang mengusahakan dan menerangkan derajat Hadis yang terdapat dalam kitab Tafsir Al-Kasysyaaf, yang oleh pengarangnya tidak diterangkan derajat Hadisnya, apakah shahih, hasan, atau pun lainnya.[3]

B.    Sejarah Takhrij

Pada mulanya, menurut Thahan, ilmu takhrij al-hadits tidak dibutuhkan oleh para ulama dan penelitian hadits karena pengetahuan mereka tentang sumber hadis ketika itu sangat luas dan baik.[4] Ketika para ulama merasa kesulitan untuk mengetahui sumber dari suatu hadis, yaitu setelah berjalan beberapa periode tentu dan setelah berkembangnya karya-karya ulama dalam bidang fikih, tafsir dan sejarah, yang memuat hadis-hadis Nabi SAW. yang kadang-kadang tidak menyebutkan sumbernya, maka para ulama hadis terdorong untuk melakukan takhrij terhadap karya-karya tersebut.[5]
Pengusaan para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas sekali, sehinga mereka tidak merasa sulit jika disebutkan suatu Hadis untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat Hadis yang dijadikan sebagai rujukan para penulis dalam ilmu-ilmu syar’i. maka sebagaian dari ulama bangkit dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dhaif, lalu muncullah apa yang dinamakan “kutub takhrij” (buku-buku takhrij).[6]

C.   Tujuan dan Manfaat Takhrij Hadis

Menurut ‘Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah: “menunjukan sumber hadis dan menerangkan ditolak atau diterimanya Hadis tersebutt.” Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu:
a.    Untuk mengetahui sumber dari suatu Hadis, dan
b.    Mengetahui kualitas dari suatu Hadis, apakah dapat diterima (Shahih atau Hasan) atau ditolak (Dhaif).[7]

Sedangkan manfaat takhrij banyak sekali, ‘Abd al-Mahdi menyimpulkan sebanyak dua puluh manfaat, yaitu:
1.    Memperkenalkan sumber-sumber Hadis, kitab-kitab asal dari suatu Hadis beserta Ulama yang meriwayatkannya.
2.    Menembah pembendaharaan sanad Hadis melalui kitab-kitan yang ditunjuknya.
3.    Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahui apakah Munqathi, Mu’dhal, atau lainnya.
4.    Memperjelas hukum Hadis dengan banyaknya riwayatnya, seperti Hadis Dhaif satu riwayat, maka dengan takhrij kemungkinan akan didapati riwayat lain yang dapat mengangkat status Hadis tersebut kepada derajat yang lebih tinggi.[8]

D.   Kitab-kitab Yang Diperlukan

Dalam melakukan takhrij, seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu yang dapat dijadikan pegangan atau pedoman sehingga dapat melakukan kegiatan takhrij secara mudah dan mencapai sasaran yang dituju. Diantara kitab-kitab yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam meng-takhrij adalah Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid oleh Muhammad al-Thahan, Hushul al-Tafrij al-bi Ushul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Shiddiq al-Gharami, Thuruq Takhrij Hadis Rasullah saw.karya Abu Muhammad al-Mahdi ibn ‘Abd al-Qadir ibn ‘Abd al-Hadi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi tulisan Syuhudi Ismail, dan lain-lain.[9]
Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij Hadis. Adapun kitab-kitab tersebut antara lain:
1.    Hidayatul bari ila tartibi ahadisil Bukhari
Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar al-Misri at-Tahtawi. Kitab ini disusun khusus untuk mencari hadis-hadis yang termuat dalam kitab Sahih Bukhari. Lafal-lafal hadis disusun menurut aturan urutan huruf abjad Arab. Namun hadis-hadis yang dikemukakan secara berulang dalam kitab Sahih Bukhari tidak dimuat secara berulang dalam kamus di atas. Dengan demikian perbedaan lafal dalam matan hadis riwayat al-Bukhari tidak dapat diketahui lewat kamus tersebut.[10]
2.    Mu’jam al-Fazi wala siyyama al-Garibu minha fihr litartibi ahadisi sahihi Muslim
Kitab tersebut merupakan salah satu juz, yakni juz ke-V dari kitab Sahih Muslim yang dikutip oleh Muhammad Abdul Baqi. Jus V ini merupakan kamus yang di dalamnya di mulai juz I-V yang berisi:
a.    Daftar urutan judul kitab serta nomor hadis dan juz yang memuatnya.
b.    Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang termuat dalam kitab Sahih Muslim.
c.    Daftar awal matan hadis dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad serta diterangkan nomor-nomor hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, bila kebetulan hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri.[11]
3.    Miftahus Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa al-Tauqiah kitab ini dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi hadis-hadis yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadis-hadis yang berupa qauliyah saja. Hadis-hadis tersebut disusun menurut abjad dari awal lafal matan hadis.
4.    Al-Bughyatu fi tartibi ahadisi al-hilyah
Kitab ini disusun oleh Said Abdul Aziz bin al-Said Muhammad bin Said Siddiq al-Qammari. Kitab hadis tersebut memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim al-Asabuni (w.430 H) yang berjudul Hilyatul auliyai wababaqatul asfiyai. Sejenis dengan kitab tersebut adalah kitab Miftahut tartibi li ahadisi tarikhul khatib, yang disusun oleh Said Ahmad bin Said Muhammad bin Said As-Siddiq al-Qammari yang memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab sejarah yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin Subit bin Ahmad al-Bagdadi yang dikenal dengan al-Khatib al-Bagdadi (w.463 H). Susunan kitabnya diberi judul Tarikhul Bagdadi  yang terdiri atas empat jilid.
5.    Al-Jami’us Sagir
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti (w. 91 H). Kitab hadis tersebut memuat hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan hadis yang disusun oleh Imam Suyuti juga yaitu Kitab Jam’ul Jawani. Hadis yang dimuat di dalam kitab jami’us Sagir disusun berdasarkan urutan abjad dari awal lafal matan hadis. Sebagian dari hadis-hadis itu ada yang ditulis secara lengkap dan adapula yang ditulis sebagian-sebagian saja, namun telah mengandung pengertian yang cukup.
Kitab hadis tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat Nabi saw yang meriwayatkan hadis yang bersangkutan dan nama-nama mukharijnya. Selain hampir setiap hadis yang dikutip dijelaskan kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan atau disetujui oleh Imam Suyuti.[12]
6.    Al-mu’jam al-Mufahras li alfazil hadis nabawi
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses peyusunan ialah Dr. Arnold John Weinsinck (w.1939 M), seorang profesor bahasa-bahasa semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda. Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadis berdasarkan petunjuk lafal matan hadis. Berbagai lafal yang disajikan tidak dibatasi hanya lafal-lafal yang berbeda di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis. Dengan demikian, kitab Mu’jam mampu memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadis, asal saja sebagian dari lafal matan yang dicarinya itu telah diketahuinya.
Kitab Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang terdapat dalam sembilan kitab hadis, yakni: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmuzi, Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majjah, Sunan ad-Darimi, Muwatha’ Malik dan Musnad Ahmad.[13]

E.    Cara Pelakasaan dan Metode Takhrij

Didalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu:
1.    Takhrij melalui lafaz pertama matan Hadis
Metode ini tergantung pada lafaz pertama matan hadis. Hadis-hadis dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf-huruf hijaiyah, seperti hadis-hadis yang huruf pertama dan lafaz pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Seorang mukharrij yang menggunakan ini haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti lafaz pertama dari hadis yang akan di takhrij­-nya, setelah itu barulah dia melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya. Seperti contoh jika kita mau men-takhrij hadis yang berbunyi:

مَنْ حَدَّثَ عَنِّى حَدِيْثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِيْنَ

Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan ini adalah menentukan urutan huruf-huruf yang terdapat pada lafaz pertamanya, dan begitu juga lafaz-lafaz selanjutnya:
a.    Lafaz pertama dari hadis di atas di mulai dengan huruf mim, maka di buka kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan metode ini pada bab mim.
b.    Kemudian mencari huruf kedua setelah mim, yaitu nuan.
c.    Berikutnya mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ha, da, dan tsa. Dan demikianlah seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyah pada lafaz-lafaz matan hadis tersebut.



Di antara kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah:
a.    Al-Jami’ al-Shaghir min hadis al-Basyir al-Nadzir, karangan al-Suyuthi (w.911 H).
b.    Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila al-Jami’ al-Shagir, juga karangan al-Suyuthi.
c.    Jam’al-jawawi’ aw al-Jami’ al-Kabir, juga dikangan oleh al-Suyuthi.
d.    Al-Jami’ al-Azhar min hadis al-Nabi al-Anwar, oleh al-Minawi (w.1031).
e.    Hidayat al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari, oleh’Abd al-Rahim ibn ’Anbar al-Thahawi (w.1365).
f.      Mu’jam jami’ al-Ushul fi Ahadis al-Rasul, oleh Imam al-Mubarak ibn Muhammad ibn al-Atsir al-Jazari.[14]

2.    Takhrij menurut lafaz-lafaz yang terdapat didalam matan Hadis
Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa isim atau fiil. Hadis-hadis yang dicantumkan adalah berupa potongan atau bagian dari hadis, dan para ulama yang meriwayatkannya beserta nama kitab-kitab induk hadis yang dikarang mereka, dicantumkan di bawah potongan hadis-hadis tersebut.
Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaannya. Umpamanya, pencarian hadis berikut:[15]

إِنَّاللهَلاَيَقْبَلُصَلاَةًمِنْغَيْرِطَهُوْرٍ, وَلاَصَدَقَةًمِنْغُلُوْلٍ



3.    Takhrij menurut perawi pertama
Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi tersebut dari kalangan sahabat, bila sanadnya muttashil sampai kepada Nabi saw, atau dari kalangan Tabi’in, apabila hadis tersebut Mursal. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para perawi pertama tersebut. Oleh karenanya, sebagai langkah pertama dalam metode ini adalah mengenal para perawi pertama dari setiap hadis yang hendak di takhrij, dalam kitab-kitab itu, dan selanjutnya mencari hadis dimaksud di antara hadis-hadis yang tertera di bawah nama perawi pertama tersebut.   
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah kitab-kitab al-Athraf dan kitab-kitab Musnad. Kitab al-Athraf adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat. Penyusunnya hanya menyebutkan beberapa kata atau pengertian dari matan hadis, yang dengannya dapat dipahami hadis dimaksud. Sementara dari segi sanad, seluruh sanad-sanadnya dikumpulkan. Di antara kitab-kitab al-Athraf ini adalah: Athraf al-Shahihain, karangan Imam Abu Mas’ud Ibrahim al-Dimasyqi (w.400 H), Athraf al-Kutub al-Sittah, karangan Syams al-Din al-Maqdisi (w. 507 H), dan lainnya.
Adapun kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan perawi teratas, yaitu sahabat, dan memuat hadis-hadis setiap sahabat. Kitab ini menyebutkan seorang sahabat dan di bawah namanya itu dicantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw beserta pendapat dan tafsirannya. Suatu kitab musnad tidaklah memuat keseluruhan sahabat, ada diantaranya yang memuat sahabat dalam jumlah besar dan ada yang memuat sahabat-sahabat yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu, seperti musnad sahabat yang sedikit riwayatnya, atau musnad sepuluh sahabat yang di jamin masuk syurga, atau bahkan ada musnad yang memuat hadis-hadis dari satu orang sahabat, seperti musnad Abu Bakar.
Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak diatur menurut suatu aturan apapun dan tidak memiliki nilai atau kualitas yang sama. Dengan demikian, di dalam musnad terdapat hadis-hadis sahih, hasan, dan dha’if, dan masing-masing tidak terpisah antara yang satu dengan yang lainnya tetapi dikumpulkan menjadi satu. Diantara contoh kitab Musnad tersebut adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.[16]

4.    Takhrij menurut tema Hadis
Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadis. Oleh karena itu, untuk melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu hadis yang akan di-takhrij, dan kemudian baru mencarinya melalui tema tersebut pada kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini. Seringkali suatu hadis memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus demikian seorang mukharrij harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin di kandung oleh hadis tersebut.
أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، ويقيموا الصلاة، ويؤتوا الزكاة، فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام، وحسابهم على الله.

Hadis diatas mengandung beberapa tema, yaitu iman, tauhid, salat, dan zakat. Berdasarkan tema-tema tersebut, maka hadis di atas harus dicari di dalam kitab-kitab hadis di bawah tema-tema itu. Dari keterangan ini jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis, sehingga apabila tema dari suatu hadis tidak diketahui, maka akan sulitlah untuk melakukan takhrij dengan menggunakan metode ini.[17]

5.    Takhrij menurut klasifikasi (status) Hadis
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya, seperti Hadis-hadis Qudsi, Hadis masyhur, Hadis Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti hadis, dengan membuka kitab-kitab seperti diatas, dia telah melakukan takhrijal-Hadis.[18]

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat kami ambil dari makalh takhrij Hadis ini adalah:
1.    Pengertian takhrij Hadis
Pengertian takhrij menurut ahli Hadis memiliki tiga (3) macam pengertian, yaitu:
a.    Usaha mencari sanad Hadis yang terdapat dalam kitab Hadis karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut.
b.    Suatu keterangan bahwa Hadis yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya.
c.    Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi Hadis yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengerang suatu kitab.
2.    Sejarah Takhrij
Pengusaan para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas sekali, sehinga mereka tidak merasa sulit jika disebutkan suatu Hadis untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat Hadis yang dijadikan sebagai rujukan para penulis dalam ilmu-ilmu syar’i. maka sebagaian dari ulama bangkit dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dhaif, lalu muncullah apa yang dinamakan “kutub takhrij” (buku-buku takhrij).
3.    Tujuan dan manfaat takhrij Hadis
Menurut ‘Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah: “menunjukan sumber hadis dan menerangkan ditolak atau diterimanya Hadis tersebutt.” Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu:
a.    Untuk mengetahui sumber dari suatu Hadis, dan
b.    Mengetahui kualitas dari suatu Hadis, apakah dapat diterima (Shahih atau Hasan) atau ditolak (Dhaif).
Sedangkan manfaat takhrij banyak sekali, ‘Abd al-Mahdi menyimpulkan ada beberapa manfaat diantaranya, yaitu:
a.    Memperkenalkan sumber-sumber Hadis, kitab-kitab asal dari suatu Hadis beserta Ulama yang meriwayatkannya.
b.    Menembah pembendaharaan sanad Hadis melalui kitab-kitan yang ditunjuknya.
4.    Kitab-kitab yang diperlukan dalam meng-takhrij Hadis
Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij Hadis. Adapun kitab-kitab tersebut antara lain:
a.    Hidayatul bari ila tartibi ahadisil Bukhari
b.    Mu’jam al-Fazi wala siyyama al-Garibu minha fihr litartibi ahadisi sahihi Muslim
c.    Miftahus Sahihain
d.    Al-Bughyatu fi tartibi ahadisi al-hilyah
e.    Al-Jami’us Sagir
f.     Al-mu’jam al-Mufahras li alfazil hadis nabawi
5.    Cara pelaksaan dan metode takhrij Hadis
Didalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu:
a.    Takhrij melalui lafaz pertama matan Hadis
b.    Takhrij menurut lafaz-lafaz yang terdapat didalam matan Hadis
c.    Takhrij menurut perawi pertama
d.    Takhrij menurut perawi pertama
e.    Takhrij menurut klasifikasi (status) Hadis

B.    SARAN

Demikianlah makalah yang dapat penulis sajikan, penulis menyadari bahwa makalah kami masih banyak kekeliruan, untuk itu penulis membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi kebaikan untuk pembuatan makalah selanjutnya dan semoga makalh ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA


Abdurrahman, Mifdhol, PENGANTAR STUDI ILMU HADITS, Jakarta Timur: PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2004
Ahmad Muhammad, DK,ULUMUL HADIS, Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2000
Sahrani, Sohari, ULUMUL HADITS, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010
Yuslem, Nawir,ULUMUL HADIS, Jakarta: PT MUTIARA SUMBER WIDYA, 2001



No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...