Menu Bar 1

Monday 15 May 2017

Makalah Ulumul Hadist "Pembagian Hadis Dari Segi Kualitas Sanad, Mutawatir, Masyhur Dan Ahad"

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Hadits atau yang disebut dengan sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur'an, sejarah perjalanan hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri. Akan tetapi, dalam beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang spesifik, sehingga dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus.
Hadisdapat disebut sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an karena, hadisdiriwayatkan oleh para perawi dengan sangat hati-hati dan teliti, sebagaimana sabda Nabi SAW. :
من كذ ب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النا ر
“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya dalam neraka disediakan”.


Tidak seperti Al-Qur'an, dalam penerimaan hadits dari Nabi Muhammad SAW banyak mengandalkan hafalan para sahabatnya, dan hanya sebagian saja yang ditulis oleh mereka. Penulisan itupun hanya bersifat dan untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, hadits-hadits yang ada pada para sahabat, yang kemudian diterima oleh para tabi'in, memungkinkan ditemukan adanya redaksi yang berbeda-beda. Sebab ada yang meriwayatkannya sesuai atau sama benar dengan lafadz yang diterima dari Nabi SAW, dan ada yang hanya sesuai makna atau maksudnya saja, sedangkan redaksinya tidak sama.
Atas dasar itulah, maka dalam menerima suatu hadits, langkah yang harus dilakukan adalah dengan meneliti siapa pembawa hadits itu (disandarkan kepada siapa Hadits itu), untuk mengetahui apakah hadits itu patut kita ikuti atau kita tinggalkan. Berangkat dari hal tersebut di atas, maka untuk memahami hadits ditinjau dari kuantitas sanad,muttawatir, masyhur dan ahad maka dalam makalah ini akan kami bahas mengenai hadits ditinjau dari kuantitas sanadnya.

B.     Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.    Bagaimana pembagian hadis dari segi kuantitas sanad?
2.    Bagaimana pembagian hadis dari segi mutawatir ?
3.    Bagaimana pembagian hadis dari segi masyhur ?
4.    Bagaimana pembagian hadis dari segi ahad ?

C.     Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.    Untuk Mengetahui pembagian hadis dari segi kuantitas sanad.
2.    Untuk Mengetahui pembagian hadis dari segi mutawatir.
3.    Untuk mengetahui pembagian hadis dari segi masyhur.
4.    Untuk mengetahui pembagian hadis dari segi ahad.

D.     Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi manfaat penulisan dalam penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.      Dapat memenuhi tugas dari mata kuliah Ulumul Hadis.
2.      Mahasiswa memiliki pengetahuan tentang Pembagian Hadis dari segi Kuantitas Sanad, Mutawatir, Masyhur dan Ahad.

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Hadis Ditinjau dari Segi Kuantitas Sanad

Ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadis ditinjau dari segi kuantitas sanadnya ini. Maksud tinjauan dari segi kuantitas adalah dengan menelusuri jumlah para perawi yang menjadi sumber adanya suatu hadis. Para ahli ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu hadis mutawatir, masyhur, dan ahad, dan ada juga yang membaginya hanya menjadi dua, yaitu hadis mutawatir dan ahad.
Pendapat pertama, yang menjadikan hadis masyhur berdiri sendiri, tidak termasuk bagian dari hadis ahad, dianut oleh sebagian ulama ushul, diantaranya adalah Abu Bakar Al-Jassas (305-370 H). Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh kebanyakan ulama ushul dan ulama kalam. Menurut mereka, hadis masyhur bukan hadis yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya bagian dari hadis ahad. Mereka membagi hadis menjadi dua bagian yaitu mutawatir dan ahad.[1]Disamping pembagian lain yang diikuti oleh sebagian para ulama, yaitu pembagian menjadi tiga macam yaitu: hadis mutawatir, hadis masyhur (hadis mustafidh) dan hadis ahad.
Adapun tujuan dari pembagian hadist ditinjau dari segi kuantitas sanandnya sebagai upaya mengklasifikasi hadist untuk mengetahui jumlah rawi pada setiap tingkatan sehingga muncul klasifikasi hadist mutawatir, masyhur dan ahad.
1.      Hadis Mutawatir
a.      Pengertian Hadis Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi yakni yang datang secara beriringan tanpa diselangi jarak antara satu sama lain[2].
Sedangkan pengertian hadits mutawatir secara terminologi adalah :
فالحديث المتواتر هو الحديث الذى رواه جمع يمتنع تواطؤهم على الكذب عن جمع مثلهم من أول السند إلى منتها
Artinya :
“Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang semisal


mereka dan seterusnya sampai akhir sanad. Dan sanadnya mereka adalah pancaindera.”
Berdasarkan definisi tersebut, ada empat hal yang harus terpenuhi pada sesuatu hadits yang dikategorikan mutawatir, yaitu : Pertama, hadis itu harus diriwayatkan oleh banyak orang. Kedua, hadits itu diterima dari banyak orang pula. Ketiga, ukuran banyak di sini jumlahnya relatif, dengan ukuran berdasarkan sudut pandang kebiasaan masyarakat, bahwa mereka tidak mungkin sebelumnya melakukan kesepakatan untuk berdusta, dan keempat, hadits itu diperoleh melalui pengamatan panca indera, bukan atas dasar penafsiran mereka.
Sebagian ulama cenderung membatasi jumlah mereka dengan bilangan. Oleh karena itu, sebagian pendapat menyatakan bila jumlah mereka mencapai 70 orang maka hadisnya dinilai mutawatir. Mereka berpegang kepada firman Allah SWT dalam QS. Al-Araf : 155 :[3]

Artinya :
“Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkantaubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan.(QS. Al-Araf : 155)
b.    Syarat-Syarat Hadis Mutawatir
1)     Hadits yang diriwayatkan itu mengenai sesuatu dari Nabi Muhammad SAW. yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya tangkap) panca indera. Misalnya para sahabat mengatakan Kamai melihat Rasulullah SAW. berbuat begini, atau Kami melihat Nabi SAW. bersikap begini , atau Kami melihat Nabi SAW. bersabda begini.Perawinya mencapai jumlah yang menurut kebiasaan mustahil mereka bersepakat untuk berdusta. Jumlah minimal ada yang menetapkan 10 orang rawi, 20, 40, dan bahkan ada yang menetapkan minimal 70 orang rawi.[4]
Dalam hal ini para ulama' berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta:
a)        Abu at-Thayyib menentukan sekurang-kurangnnya 4 orang. Karena diqiyaskan dengan banyaknya saksi yang diperlukan hakim untuk tidak memberi vonis kepada terdakwa.
b)        Ash-habu as-Syafi'i menentukan 5 orang, karena mengqiyaskan dengan jumlah para nabi yang mendapat gelar Ulul Azmi.
c)        Sebagian ulama' menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang, berdasarkan ketentuan yang difirmankan oleh Allah dalam QS. Al-Anfal : 65 tentang sugesti Allah kepada orang mukmin yang tahan uji, yang berjumlah 20 orang saja dapat mengalahkan 200 orang.

Artinya :
Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh.(QS. Al-Anfal : 65)

d)         Ulama' yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang.Karena mereka mengqiyaskan, dengan firman Allah :

Artinya:
Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.

e)         Jumlah perawi pada setiap tingkatan tidak boleh kurang dari jumlah minimal, seperti yang diterangkan pada syarat kedua.
Apabila suatu hadis telah memenuhi tiga syarat di atas, maka tergolong hadis mutawatir, dan benar atau pasti (qat’i) berasal dari Nabi SAW. Pararawi hadismutawatir tidak harus memenuhi kriteria rawi hadis sahih dan hasan, yakni adil dan dabit, melainkan yang menjadi ukuran adalah segi kuantitasnya (jumlah rawi) yang secara rasional mustahil mereka bersepakat untuk berdusta. Misalnya penduduk suatu negeri kafir semuanya dan mereka bercerita bahwa mereka menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri suatu kebakaran atau banjir besar, maka dapatlah diyakini kebenaran mereka.[5]
2.    Macam-Macam Hadis Mutawatir
Menurut sebagian ulama, hadis mutawatir itu terbagi menjadi tiga, yaitu:
1.      Hadis Mutawatir Lafzhi
Hadis mutawatir lafzhi adalah mutawatir  dengan susunan redaksi yang persis sama. Dengan demikian garis besar serta perincian maknanya tentu sama pula, juga dipandang sebagai hadis mutawatir  lafdhi, hadis mutawatir  dengan susunan sedikit berbeda, karena sebagian digunakan kata-kata muradifnya (kata-kata yang berbeda tetapi jelas sama makna atau maksudnya). Sehingga garis besar dan perincian makna hadis itu tetap sama. Contoh hadis mutawatir  lafzhi:
   النار من مقعده فليتبوأ متعمدا علي كذب من
Artinya:
“Rasulullah SAW, bersabda: “Siapa yang sengaja berdusta terhadapku, maka hendaklah dia menduduki tempat duduknya dalam neraka”.[6]
Hadis tersebut menurut keterangan Abu Bakar al-Bazzar, diriwayatkan oleh empat puluh orang sahabat, bahkan menurut keterangan ulama lain, ada enam puluh orang sahabat, Rasul yang meriwayatkan hadis itu dengan redaksi yang sama.
2.      Hadis Mutawatir Mak’nawi
Hadis mutawatir mak’nawi adalah hadis mutawatir  dengan makna umum yang sama, walaupun berbeda redaksinya dan berbeda perincian maknanya. Dengan kata lain, hadis-hadis yang banyak itu, kendati berbeda redaksi dan perincian maknanya, menyatu kepada makna umum yang sama.
Jumlah hadis-hadis yang termasuk hadis mutawatir  maknawi jauh lebih banyak dari hadis-hadis yang termasuk hadis mutawatir  lafdhi. Contoh hadis mutawatir  maknawi yang artinya:
   وسلم عله الله صلى النبي دعا الأشعرى موسى ابو وقال
يديه بياض ورأيت ابطيه رفع ثم
Artinya:
Abu Musa Al-‘Asyari berkata: Nabi SAW berdoa kemudian mengangkat kedua tangannya dan aku melihat putih-putih kedua ketiaknya. ”[7]
Hadis semacam ini berjumlah sekitar seratus hadis dengan redaksi yang berbeda-beda, namun mempunyai titik persamaan, yakni keadaan Nabi saw. Mengangkat tangan saat berdoa.
3.      Hadis Mutawatir ‘Amali
Hadis mutawatir  ‘amali adalah hadis mutawatir  yang menyangkut perbuatan Rasulullah SAW, yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, untuk kemudian juga dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan oleh orang banyak pada generasi-generasi berikutnya. Contoh : Hadis-hadis Nabi tentang waktu shalat, tentang jumlah rakaat shalat wajib, adanya shalat Id, adanya shalat jenazah, dan sebagainya.
Segala macam amal ibadah yang dipraktekkan secara sama oleh umat Islam atau disepakati oleh para ulama, termasuk dalam kelompok hadis mutawatir  ‘amali. Seperti hadis mutawatir  maknawi, jumlah hadis mutawatir  ‘amali cukup banyak. Diantaranya, shalat janazah, shalat ‘ied, dan kadar zakat harta. Contoh hadis amali yaitu:
                                                    أُصَلِّى نِى مُوْ ارَأَيْتُ كَمَ  وْا صَلُّ
Artinya:
Bersolatlah kamu, sebagaimana kamu melihat aku bersolat.[8]
2.    Kedudukan Hadis Mutawatir
Seperti telah disinggung, hadis-hadis yang termasuk kelompok hadis mutawatir  adalah hadis-hadis yang pasti (qath’i atau maqth’u) berasal dari Rasulullah SAW. Para ulama menegaskan bahwa hadis mutawatir  membuahkan “ilmu qath’i” (pengetahuan yang pasti), yakni pengetahuan yang pasti bahwa perkataan, perbuatan atau persetujuan berasal dari Rasulullah SAW. Para ulama juga biasa menegaskan bahwa hadis mutawatir  membuahkan “ilmu dharuri” (pengetahuan yang sangat mendesak untuk diyakini atau dipastikan kebenarannya), yakni pengetahuan yang tidak dapat tidak harus diterima bahwa perkataan, perbuatan, atau persetujuan yang disampaikan oleh hadis itu benar-benar perkataan, perbuatan, atau persetujuan Rasulullah SAW.
Taraf kepastian bahwa hadis mutawatir  itu sungguh-sungguh berasal dari Rasulullah SAW, adalah penuh dengan kata lain kepastiannya itu mencapai seratus persen.
Oleh karena itu, kedudukan hadis mutawatir  sebagai sumber ajaran Islam tinggi sekali. Menolak hadis mutawatir  sebagai sumber ajaran Islam sama halnya dengan menolak kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Kedudukan hadis mutawatir  sebagai sumber ajaran Islam lebih tinggi dari kedudukan hadis ahad.

B.      Hadis Masyhur (Hadis Mustafid)

Masyhur menurut bahasa berarti sudah tersebar atau sudah populer. Sedangkan menurut istilah adalah sebagai berikut
الحد يث المشهور او الحد يث المشتفيض هو الحد يث الذى رواه الثلا ثة فاكثر لم يصل درجة التوتر.
Artinya:
”Hadits Masyhur adalah Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih serta belum mencapai derajat Mutawatir”.
Hadis yang dinamakan masyhur karena telah tersebar luas di kalangan masyarakat. Ulama Hanafiah mengatakan bahwa hadis masyhur menghasilakn ketenangan hati, kedekatan pada keyakinan dan kewajiban untuk diamalkan, tetapi bagi yang menolaknya, tidak dikaitkan kafir.
Mustafidah menurut bahasa juga berarti yang telah tersebar atau tersiar. Jadi menurut bahasa hadist masyhur dan hadist mustafidah sama-sama berarti hadist yang sudah tersebar atau tersiar. Atas dasar kesamaan dalam pengertian bahasa para ulama juga memandang hadist masyhur dan hadist mustafidah sama dalam pengartian istilah ilmu hadist yaitu: hadist yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih, dan beliau mencapai derajat hadist mutawatir . Sedangkan batasan tersebut, jumlah rawi hadist masyhur (hadist mustafidah) pada setiap tingkatan tidak kurang dari tiga orang, dan bila lebih dari tiga orang, maka jumlah itu belum mencapai jumlah rawi hadist mutawatir.[9] Contoh hadist masyhur (mustafidah) adalah hadist berikut ini:
وَيَدِهِ لِسَانِهِ مِنْ الْمُسْلِمُوْنَ سَلِمَ مَنْ لِمُ اَلْمُسْ:م ص اللهِ رَسُوْلُ قَالَ
Artinya:
“Rasulullah SAW bersabda :“Seorang muslim adalah kaum muslimin yang tidak terganggu oleh lidah dan tangannya.”
Hadist di atas sejak dari tingkatan pertama (tingkatan sahabat Nabi) sampai ke tingkat imam-imam yang membukukan hadist (dalam hal ini adalah Bukhari, Muslim, dan Turmudzi) diriwayatkan oleh tidak kurang dari tiga rawi dalam setiap tingkatan.

C.     Hadis Ahad

1.      Pengertian Hadis Ahad
Secara etimologi, kata "ahad" merupakan bentuk jama' dari wahid yang berarti satu. Maka Khobar Ahad atau Khobar Wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang. Sedangkan secara terminologi, Hadits Ahad adalah:
الحد يث الاحد هوالحديث الذى لم يبلغ رواته مبلغ الحد يث المتوتر سواء كان
الراوى واحد او اثنين اوثلاثة ااواربعة اوخمسة الىغير ذ لك من العداد
 التى لا تشعر بان الحديث د خل فى خبر المتوتر.
Artinya :
Hadis ahad adalah hadis yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadismutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, atau seterusnya. Tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadis dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadismutawatir”.
Singkatnya hadis ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat mutawatir. Apabila suatu hadis tidak memenuhi syarat-syarat rawi mutawatir, maka hadis itu masuk dalam kelompok hadis ahad. [10] Contoh hadis ahad :
وَالْحَيَاءُ شُعْبَةً بِضْعٌ الْإِيمَانِ الْإِيمَانُ قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى النَّبِيِّ عَنْ شُعْبَةٌ مِنْ وَسِتُّونَ
Artinya “
“Dari Nabi SAW beliau bersabda, Iman itu ada enam puluh cabang lebih dan rasa malu merupakan salah satu cabang iman”.
Macam-macam hadis ahad yaitu :
a.     Hadis Aziz
Hadis Aziz menurut bahasa berarti hadis yang mulia atau hadis yang kuat atau hadis yang jarang, karena memang hadis aziz itu jarang adanya. Menurut istilah yaitu dari pengertian diatas, bila suatu hadis pada tingkatan pertama diriwayatkan oleh dua orang rawi dan setelah itu diriwayatkan lebih dari dua orang rawi, maka hadis itu tetap saja dipandang sebagai hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, dan karena itu termasuk hadis aziz.
Contoh hadis aziz :
قال رسول الله صلي الله عليه و سلَم : نحن الا خرون فى الد نيا اسا بقون يوم القيامة
                                    Artinya:
“Rasulullah SAW. Bersabda, “ Kita adalah orang-orang yang paling akhir (di dunia) dan yang paling terdahulu diharikiamat.”
b.    Hadis Garib
Hadis garib menurut bahasa berarti hadis yang terpisah atau menyendiri dari yang lain. Menurut istilah yaitu sebagai berikut :
الحد يث الغريب هو الحد يث الَذي انفرد بروا يته شحص واحد فى اي مضع وقع التفر د من السند.
Artinya:
“Hadis gharib adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang rawi (sendirian) pada tingkatan maupun sanad"
Contoh hadis garib :
عن عمر ابن الخطاب ضىالله عنه قال: سمعت سول الله صلى الله عليه و سلم يقول: انما ا لاعمال با النيات و انما لكل امرئ ما نوى
Artinya:
Dari Umar bin Khattab, katanya, aku mendengar Rasulullah SAW. Bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu hanya (memperoleh) apa yang diniatkan.”
Kendati hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak imam hadis termasuk Bukhari dan Muslim, namun pada tingkatan pertama hanya diriwayatkan oleh seorang sahabat Nabi, yaitu Umar bin Khattab, dan ada tingkatan kedua juga diriwayatkan oleh satu orang tabi’in, yaitu Al-Qamah. Dengan demikian, hadis itu dipandang sebagai hadis yang diriwayatkan oleh satu orang dan termasuk hadisgarib.


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Demikian hadis dilihat dari kuantitas jumlah para perawi yang dapat menunjukkan kualitas bagi hadis mutawatir tanpa memerisa sifat-sifat para perawi secara individu, atau menunjukan kualitas hadis ahad,  jika disertai pemeriksaan memenuhi persyaratan standar hadis yang makbul. Hadis ahad masih memerlukan barbagai persyaratan yaitu dari segi sifat-sifat kepercayaan para perawi atau sifat-sifat yang dapat mempertanggungjawabkan kebenaran berita secara individu yaitu sifat keadilan dank e-dhabith-an, ketersambungan sanad dan ketidakganjilannya. Kebenaran berita hadis mutawatir  secara absolute dan pasti (qath’i), sedangkan kebenaran berita yang dibawa oleh hadis ahad  bersifat relative ( zhanni ) yang wajib diamalkan.
Dalam kehidupan sehari-hari seseorang dalam melaksanakan Islam tidak lepas dari zhann  dan itu sah-sah saja, misalnya menghadap ke kiblat ketika shalat, pemeraan air mandi janabah pada seluruh anggota badan, masuknya waktu imsak dan fajar bagi orang yang berpuasa, dan lain-lain. Pengertian zhann  tidak identik dengan syakk  (ragu) dan juga tidak identik dengan waham . Zhann  diartikan dugaan kuat (rajah) yang mendekati kepada keyakinan, syakk  diartikan dugaan yang seimbang antara ya dan tidak sedang waham  adalah dugaan lemah (marjuh) antomim zhann .

B.    Saran

Kami selaku pemakalah mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman semua agar makalah ini dapat dibuat dengan lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA


Ismail, M. Syuhudi. 1987. Pengantar Ilmu Hadis. Bandung: Angkasa Bandung
Idri. 2010. Studi Hadits. Jakarta: Kencana Prenada Media group
Khaeruman, Badri. 2009. Ulum Al-hadis. Bandung: Pustaka setia
Muhammad Ahmad, dkk.2004. Ulumul Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Mudassir. 199. Ilmu Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia.
Rofiah, Khusniati. 2010. Studi Ilmu Hadits. Ponorogo: STAIN Press Ponorogo
Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia
Yuslem, Nawir. 1998. Ulumul Hadis. Jakarta: Mutiara Sumber Widya

Website:




[1]Mudassir, Ilmu Hadis, Bandung : CV Pustaka Setia, 1999, hlm.113.
[2]Drs. H. Muhammad Ahmad dan Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2004, hlm. 87.
[3]Drs. H. Muhammad Ahmad dan Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2004, hlm. 88.
[4]Drs. H. Muhammad Ahmad dan Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2004, hlm. 88.
[5]Drs. H. Muhammad Ahmad dan Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2004, hlm. 89.
[6]Dr. Badri Khaeruman, M.Ag, Ulum Al-Hadis, hlm 97.
[7]Drs. M. Syuhudi Ismail, pengantar ilmu hadis, hlm 138.
[8]Drs. M. Syuhudi Ismail, pengatar ilmu hadis, hlm 54.
[9]Drs. M. Syuhudin Ismail, pengatar ilmu hadits, hlm 143.
[10]Drs. H. Muhammad Ahmad dan Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2004, hlm. 93.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...