Al-Hamdulillah, segala
puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah
–Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluatga dan para sahabatnya.
Kewajiban Shiyam
Ramadhan dimulai dengan masuknya bulan Ramadhan. Masuknya bulan diketahui
dengan tiga cara:
Cara Pertama: Melihat hilal Ramadhan secara langsung. Berdasarkan firman Allah Subhanahu
Wa Ta'ala,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Karena itu, barang
siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Sabda Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam,
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ
“Berpuasalah karena
melihatnya (hilal).” (Muttafaq ‘Alaih) maka siapa yang melihat hilal dengan
mata kepalanya sendiri maka ia wajib berpuasa.
Cara Kedua: adanya orang yang bersaksi telah melihat hilal atau adanya kabar
berita terlihat hilal. Puasa Ramadhan bisa dimulai dengan kesaksian seorang
mukallaf yang adil. Kabar yang dia sampaikan tentang terlihatnya hilal sudah
mencukupi untuk dijadikan landasan dimulainya puasa. Hal ini berdasarkan
perkataan Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma,
“Orang-orang berusaha melihat hilal (bulan
sabit), lalu aku beritahukan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bahwa aku benar-benar telah melihatnya. Lalu beliau shaum dan menyuruh
orang-orang agar shaum.” (HR. Abu Dawud. Hadits shahih menurut Hakim dan
Ibnu Hibban).
Diriwayatkan dari Ibnu
Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, “Ada seorang badui datang kepada Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam lalu berkata: Sungguh aku telah melihat hilal.”
Kemudian Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam bertanya, “Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan
(berhak diibadahi) kecuali Allah?”
Ia menjawab, “ Ya.”
Beliau bertanya, “Apakah
engkau bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah.”
Ia menjawab, “ Ya.”
Beliau bersabda,
“Umumkanlah pada orang-orang wahai Bilal, agar besok mereka shaum.” (HR. Ahmad
dan Ashabus Sunan. Dishahihkan Ibnu Huzaiman dan Ibnu Hibban).
Cara Ketiga: menggenapkan bilangan Sya’ban menjadi 30 hari. Yaitu saat hilal
tidak terlihat pada malam ke 30 dari bulan Sya’ban, baik dengan adanya
penghalang terlihatnya hilal seperti mendung atau tidak adanya penghalang. Hal
ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
“Sesungguhnya bulan itu 29 hari, karenanya
janganlah kalian berpuasa sehingga melihatnya dan janganlah berbuka sehingga
kalian melihatnya. Dan jika awan menutupi kalian maka
perkirakanlah/tetapkanlah.”
Makna
“perkirakanlah/tetapkanlah ia”: sempurnakanlah bulan Sya’ban 30 hari
sebagaimana hadits dari Abu Hurairah,
فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
“Maka sempurnakanlah
hitungan bulan Sya'ban 30 hari.” (Muttafaq ‘Alaih)
Semoga ini bermanfaat
bagi umat dalam menetapkan awal puasa Ramadhan. Khususnya para pemimpin dalam
memberikan keputusan untuk umat sehingga kaum muslimin bisa bersatu
(bersama-sama) dalam memulai puasa Ramadhan di tahun 1436 Hijriyah ini.
Sehingga terealisir sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ
وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Puasa (Ramadhan)
pada hari kalian (kaum muslimin) berpuasa, berbuka (lebaran) pada hari kalian
berbuka, dan Idul Adha pada hari kalian semua menyembelih kurban.” (HR.
Al-Tirmidzi).
Ini menunjukkan bahwa
berpuasa Ramadhan, ber-Idul Fitri dan Idul Adha itu bersama masyarakat sekitar.
Oleh sebab itu, bulan Ramadhan –diawali dan diakhiri- bersama masyarakat muslim
di suatu negeri. Inilah pendapat sebagian besar ulama bahwa patokan ditetapkan
puasa dengan tersiarnya bulan (masuknya). Dan bulan disebut Syahran karena ia
masyhur (dikenal dan tersiar) dan nampak jelas di tengah-tengah manusia.
Wallahu Ta’ala A’lam. [PurWD/voa-islam.com Oleh: Badrul Tamam]
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...