Menu Bar 1

Monday, 1 May 2017

Makalah Tafsir Tarbawi "Wawasan Al-Qur'An Tentang Ekologi (Teologi Lingkungan)"

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Didalam suatu disiplin ilmu tertentu perlu diungkapkan segala hal yang berhubungan dengan keilmuan tersebut, baik itu mengenal ruang lingkup, sejarah perkembangannya maupun keterkaitannya dengan bidang ilmu lain.
Ekologi merupakan bagian dari ilmu biologi, yang dalam perkembangannya dimulai pada abad XIX. Kajian ilmu ini didasari untuk memberi jawaban mengenai hubungan timbal balik yang erat antara manusia, hewan tumbuhan dan lingkungannya.  Secara formal ekologi dapat didefenisikan sebagai suatu kajian yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme hidup dengan faktor lingkungan fisik dan biologi.
Untuk memahami ekologi lebih mendalam, perlu dipahami bagaimana sistem kehidupan dimuka bumi ini. Sistem kehidupan dimuka bumi ini tersusun dari suatu sistem kehidupan terbesar (ekosfera) sampai sistem kehidupan terkecil (gen).

B.     Rumusan Masalah

1.  Apakah pengertian ekologi ?
2.  Bagaimana sifat ekosistem atau bumi menurut Al-qur’an ?
3.  Apa penyebab dan dampak kerusakan ekosistem menurut Al-quran ?
4.  Bagaimana cara menanggulangi kerusakan lingkungan menurut Al-Qur’an?

C.    Tujuan penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui pengertian ekologi, mengetahui bagaimana sifat-sifat ekosistem, penyebab dan dampak kerusakan ekositem menurut pandangan Al-Qur’an.


BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian ekologi (teologi lingkungan)

Teologi lingkungan adalah tuntunan kesadaran beragama yang memiliki keterlibatan dan keberpihakan penuh kepada lingkungan. Pembumian teologi lingkungan ini bertujuan dan berperan untuk medekonstruksikan, menguji kembali sikap hidup dan tingkah laku kita terhadap alam.
Teologi lingkungan adalah persepektif teologi tentang alam semesta yang mengkaji ulang posisi manusia dan tanggung jawab etisnya dalam relasi kosmos. Ia yang nantinya akan memmbpongkar leyakinan bahwa manusia dan alam adalah dua dunia yang berbeda, yaitu mannusia sebagai pusat (core) dan alam sebagai subordinat allias yang lain ( the others).[1]
Kata ekologi berasal dari bahasa Yunani: oikos berarti rumah tangga dan logos berarti ilmu. Jadi kata ekologi secara harfiah dapat diartoikan sebagai pengkajian makhluk hidup di “rumah tangga” kehidupan. Dalam kamus Webstret’s Unabridged Dictionary, ekologi diartikan sebagai totalitas atau pola hubungan antara makhluk hidupdan lingkungannya. Ada juga yang mendefinisikan ekologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari hal ihwal dinamika kehidupan, atau sebagai ilmumengenai hal struktur dan fungsi alam kehidupan. Yang lebih umum ekologi dikenal sebagai salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari perihal antara hubungan pengaruh-mempengaruhi dan saling ketrgantungan antara organisme dengan lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar makhluk hidup dan mempengaruhi, baik secara langsung atau tidak langsung, kekehidupan makhluk hidup tersebut. [2]
Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haekael seorang murid Darwin pada tahun 1866 yang menunjuk kepada keseluruhan


organisme atau pola hubungan antar orgaisme dan lingkungannya. Ekologi sebagai ilmu berarti pengetahuan tentang lingkungan hidup atau planet bumi ini secara keseluruhan. Jadi lingkungan harus selalu dipahami dalam arti oikos yaitiu planet bumi ini. Bumi mempunyai dua fungsi yang penting yaitu: sebagai tempat kediaman (oikumene) dan sebagai sumber kehidupan (oikonomia/ekonomi).[3]
Ekologi menurut Macfdyen yang dikemukakan pada tahun 1967 adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ilmu ini bertujuan untuk menemukan landasan yang tepat untuk memahami hubungan timbal balik tersebut, sehingga manusia mampu memperkirakan tindakan apa yang harus diambil dalam menyelaraskan kehidupannya dialam ini.[4]

B.     Sifat Ekosistem Atau Bumi

Ekositem pertama kali diperkenalkan oleh Transley pada tahun 1935. Ekosistem merupakan hubungan timbal balik antara komponen biotik dengan abiotik dialam yang membentuk suatu sistem. Ini, berarti baik dalam bentuk struktur maupun fungsi komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Sebagai konsekuensinya bila salah satu komponen terganggu, maka komponen-komponen lain secara cepat atau lambat akan terpengaruh juga. Ada beberapa konsep dasar sehubungan dengan struktur dan fungsi ekosistem menurut Smith, konsep dasar tersebut antara lain:[5]
1.      Ekosistem adalah unit utama dalam ekologi yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik, serta melalui siklus materi dan aliran energi.
2.      Dalam menunjang siklus dan aliran tersebut, harus diperhitungksn sejumlah struktur yang memperlihatkan hubungan antara tanah, air, nutrisi, produsen, konsumen dan pengurai,
3.      Fungsi dari ekosistem adalah berkaitan dengan aliran energi dan silkus materi melalui struktur komponen-komponennya.
4.      Jumlah energi yang mengalir melalui sistem alam tergantung pada jumlah energi yang difiksasi oleh tumbuhan.
5.      Ekosistem cenderung untuk menjadi matang, dengan adanya perubahan ekosistem (suksesi)
6.      Bila ekosistem diekploitasi/dikelola, maka kematangannya akan menurun.[6]
Di dalam QS Al-Hijr ayat 19, membicarakan sekelumit yang membentang dibumi bahwa sistem ekologi memiliki ukuran dan sistem tertentu:
(١٩) شَيْءٍمَوْزُوْنٍ كُلِّ وَأَنْبَتْنَافِيْهَامِنْ أَلْقَيْنَافِيْهَارَوَاسِيَ مَدَدُنَاهَاوَ وَالْأَرْضَ
Artinya: “dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”.
Allah SWT. Berfirman: “dan kami telah menciptakan dan menghamparkan bumi sehingga menjadi luas terbentang guna memudahkan hidup kamu, kendati menciptakannya bula dan menjadikan padanya gunung-gunung yang mantap dan kokoh agar bumi tidak tergoncang sehigga menyulitkan penghuninnya dan kami tumbuhkan dan ciptakan padanya yakni dibumi itu segala sesuatu menurut ukuran yang tepat sesuai hikmahnya, kebutuhan dan kemaslahatan makhluk.[7]
Firman-nya: (شيءموزون كلّ وأنبتنافيهامن) dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran, dipahami oleh sementara ulama dalam arti bahwa Allah SWT. Menumbuh kembangkan dibumi ini aneka ragam tanaman untuk kelangsungan hidup dan menetapkan bagi tiap-tiap tanaman itu masa pertumbuhan dan penuaian tertentu, sesuai dengan kuantitas dan kebutuhan makhluk hidup. Demikian juga, Allah menentukan bentuknya sesuai dengan penciptaan dan habitat alamnya.
Ayat ini dinilai sebagai penegas dalam suatu temuan ilmiah yang diperoleh melalui pengamatan dilaboratorium, yaitu setiap kelompok tanaman masing-masing memiliki kesamaan dilihat dari sisi luarnya: demikian juga sisi dalamnya. Bagian-bagian tanaman dan sel-sel  yang digunakannya untuk pertumbuhan memiliki kesamaan-kesamaan yang praktis semuanya dapat diklasifikasikan dalam satu kelompok yang sama.[8]
Di dalam QS Al-Qamar ayat 49, terdapat kata biqadar (ukuran, sistem, prinsip) dan masing-masing makhluk hidup beserta habitat dan ekositemnya:
(٤٩) بِقَدَرٍ اِنَّاكُلَّ شَيْءٍخلقْنَاهُ
Artinya: “sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu sesuai dengan kadarnya
Ayat di atas menjelaskan bahwa: apa yang menimpa mereka tidak keluar dari sistem yang ditetapkan Allah sebelumnya, karena  sesungguhnya segala sesuatu apapun sesuatu itu telah kami ciptakan dengan kadar yakni dalam satu sistem dan ukuran yang mengikat mereka sebagai makhluk.[9]
Kata kadar pada ayat diatas diperselisihkan maknanya oleh para ulama. Dari segi bahasa ayat tersebut dapat berarti kadar tertentu yang tidak bertambah dan tidak berkurang, atau berarti kuasa. Tetapti karena ayat tersebut berbicara tentang segala sesuatu yang berada dalam kuasa Allah, maka adalah lebih tepat memahaminya dala arti ketentuan dan sistem yang ditetapkan terhadap segala sesuatu. Tidak hanya terbatas pada salah satu aspeknya saja. Manusia misalnya, telah ada kadar yang ditetapkan Allah baginya. Selaku jenis makhluk ia dapat makan, minum dan berkembangbiak melalui sistem yang ditetapkannya. Manusia memiliki aspek baik dan buruknya. Ia dituntut untuk mempertanggung jawabkan pilihannya. Manusia dianugerahi Allah petunjuk dengan kedatangan sekian rasul untuk membimbing mereka. Akal pun dianugerahkannya kepada mereka, demikian seterusnya yang kesemuanya dan yang selainnya termasuk dalam sistem yang sangat tepat, teliti dan akurat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Demikian juga Allah telah menetapkan sistem dan kadar bagi ganjaran atau balasannya yang akan diberikan kepada setiap orang. [10]
Di dalam QS Al-Mulk ayat 3:
ٱلَّذِي خَلَقَ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٖ طِبَاقٗاۖ مَّا تَرَىٰ فِي خَلۡقِ ٱلرَّحۡمَٰنِ مِن تَفَٰوُتٖۖ فَٱرۡجِعِٱلۡبَصَرَ هَلۡ تَرَىٰ مِن فُطُورٖ ٣
Artinya” yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, engkau tidak melihat pada ciptaan Ar-rahman sedikitpun ketidak seimbangan. Maka, ulangilah pandangan itu adakah engakau melihat sedikitpun keretakan?”
Ayat di atas menyatakan: yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis serasi dan sangat harmonis. Engkau-siapa pun engkau-kini dan masa datang tidak melihat pada ciptaan  Ar-rahman tuhan yang rahmatnya mencakup seluruh wujud-baik pada ciptaannya yang kecil maupun yang besar sedikit pun ketidakseimbangan.[11] Maka, ulangilah pandangan itu, yakni lihatlah sekali lagi dan berulang-ulang kali disertai dengan upaya berfikir, adakah engkau melihat atau melihat atau mennemukan padanya jangan kan besar atau banyak sedikitpun keretakan sehingga menjadikannya tidak seimbang dan rusak? Kemudian, setelah sekian lama engkau terus menerus memandang dan memandang mencari keretakan dan ketidak seimbangan, ulangilah lagi pandangan-mu dua kali¸yakni berkali-kali tanpa batas, niscaya akan kembali pandangan-mu itu dalam keadaan kecewa, terdiam dan hina karena tidak menemukan sesuatu cacat yang engkau upayakan menemukannya dan ia, yakni pandanganmu itu, menjdai lelah, tumpul kehilangan daya setelah berulang-ulang membuka mata selebar-lebarnya dan dengan menggunakan seluruh kemampuannya.[12]
Firmannya: (ات سمو سبع) sab’a samawat/tujuh langit dipahami oleh sementara ulama dalam arti planet mengitari tata surya  selain bumi  karena itulah yang dapat terjangkau oleh pandangan mata serta pengetahuan manusia, paling tidak saat turunnya Al-Qur’an. Ayat diatas dapat dipahami lebih umum dari itu karena angka tujuh dapat merupakan angka yang menggantikan angka banyak.
Kata ( طباقا) thibaqan dapat dipahami sebagai bentuk jamak dari (طبق) thabaq yang berarti adanya persamaan antara yang satu dan yang lain. Dan dapat juga bermakna sangat sesuai. Jika anda memahaminya dalam bentuk jamak, dapat berarti ketujuh langit itu memiliki persamaan, antara lain bahwa ketujuh langit itu memiliki persamaan, antara lain bahwa ketujuhnya bergerak dan beredar secara sangat serasi sehingga tidak terjadi tabrakan antara satu dengan yang lain. Dan jika anda memahaminya bermakna sangat sesuai, ia dapat dipahami dalam arti bersusun seperti kue lapis; tidak ada salah satu lapisannya sepanjang dan selebar; al-Biqa’i yang menganut pendapat ini menyatakan bahwa keadaan ketujuh langit seperti itu tidak dapat terjadi kecuali jika bumi kita bulat dan langit dunia mengitarinya bagaikan kulit telur mengitari telur dari seluruh seginya, dan langit kedua mengitari langit dunia, demikian seterusnya.[13]
Sayyid Quhtub menegaskan bahwa makna apapun yang dikemukan oleh para pakar melalui teori atau penemuan astronomi tidaklah dapat kita pastikan kebenarannya. Cukuplah bagi kita mengetahui adanya tujuh langit yang berlapis-lapis, yakni dengan jarak yang berbeda-beda.
Ar-rahman (tuhan yang maha pemurah) merupakan nama dan sifat Allah yang tidak disandang oleh selainnya antara lain bermakna pelimpah rahmat yang menyeluruh bagi semua makhluk dalam kehidupan dunia ini. Penggunaaan sifat Ar-rahman dalam kontek ayat diatas bertujuan mengingatkan semua pihak bahwa ciptaannya itu, baik yang terdiri dari tujuh langit maupun selainnya, benar hanya karena rahmat dan kasih sayang Allah SWT., bukan karena sesuatu yang lain. Allah tidak menciptakan untuk meraih sedikit manfaat pun buat dirinya. Itu semata-mata adalah manifestasi dari kehendaknya untuk melimpahkan rahmat kepada makhluk  khususnya manusia  karena dia adalah Ar-rahman.
Kata (تفاوت) tafawut pada mulanya berarti kejauhan. Dua hal yang berjauhan mengesankan ketidakserasian. Dari sini kata tersebut tidak serasi atau  idak seimbang. Bahwa Allah menciptakan langit bahkan seluruh makhluk  dalam keadaan seimbang sebagai rahmat karena seandainya ciptaannya tidak seimbang, tentulah akan terjadi kekacauan antara yang satu dan yang lain, dan ini pada gilirannya mengganngu kenyamanan hidup manusia dipentas bumi ini.  Anda dapat membayangkan  apa yang terjadi pada penduduk satu planet jika sekali  jangankan berkali-kali  terjai tabrakan antar planet. Syukur bahwa Allah mengatur kehidupan kita untuk menghirup udara yang sangat berbeda dengan kebutuhan tumbuh tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan mengeluarkan oksigen agar kita dan binatang dapat menghirupnya, sementara kita dan binatang mengeluarkan karbondioksida agar pepohonan dapat mekar dan berbuah. [14]

C.    Penyebab Dan Dampak Kerusakan Ekosistem

Krisis lingkungan hidup akibat tindakan eksploitasi yang destruktif mengakibatkan berbagai ancaman bencana bagi dunia global. Kerusakan lingkungan hidup ini antara lain ditandai dengan eksploitasi hutan secara berlebihan, penambangan tanpa melihat dampak lingkungan maupun produk dikarbondioksida yang berlebihan dari asap kendaraan, freon dan dunia industri akibatnya berbagai bencana pun mengancam umat manusia, diantaranya:[15]
1.  Perubahan iklim pemanasan global (global warming) hal ini ditandai dengan adanya proses penigkatan suhu rata-rata atsmosfer, laut, dan daratan bumi.
2.  Bencana banjir dan tanah longsor. Berbagai bencana alam tersebut disebabkan oleh banyak faktor yang saling berjalin kelindan antara diakibatkannya gundulnya hutan, sistem pembuangan sampah dan pengolahan air yang tidak sesuai dengan kaidah pengelolaan lingkungan serta ekspliotasi sumber daya alam yang tidak sesuai denga kaidah pengelolaan lingkungan.
3.  Krisis air bersih disebabkan masih banyaknya manusia atau kelompok manusia yang mempunyai prilaku buruk terhadap air dan sumber air.[16]
Faktor penyebab kerusakan lingkugan hidup dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu faktor alam dan faktor manusia.
1.  Keruskan lingkungan hidup faktor alam
     Bentuk bencana alam yang akhir-akhir ini banyak melanda indonesia telah menimbukan dampak rusaknya lingkungan hidup. Salah satunya gelombang tsunami yang memporak-porandakan bumi serambi mekah dan nias.  Peristiwa alam lainnya yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain: letusan gunung berapi, gempa bumi, dan angin topan. Peristiwa alam tersebut yang menimbulkan kerusakan pada lingkungann hidup.
2.  Kerusakan lingkungan faktor manusia.
Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup dibumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Manusia merupakan salah satu kategori faktor yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Bentuk kerusakan yang di timbulkan oleh manusia adalah:
·      Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air tanah dan suara)
·      Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak kerusakan hutan.
·      Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan.
Beberapa ulah manusia yang baik secara langsung maupun tidak langsung juga membawa dampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:
-       Penebangan hutan secara liar (penggundulan hutan)
-       Perburuan liar.merusak hutan bakau.
-       Penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman.
-       Pembuangan sampah disembarang tempat.
-       Bangunan liar didaerah aliran sungaii (DAS).
-       Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan diluar batas.[17]
Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu ayat alQur’an yang dianggap representatif untuk berbicara tentang krisis lingkungan hidup global saat ini adalah Q.S. Ar-Rum:41 yang menyatakan:
(٤١) يَرْجِعُوْنَ عَمِلُوْلَعَلهُمْ الَّذِي بَعْضَ لِيُذِيْقَهُمْ النَّاسِ أَيْدِي كَسَبَتْٰ وَالْبَحْرِبِمَا الْبَرِّ الْفَسَادُفِي ظَهَرَ
Artinya: “tidak nampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan manusia, sehingga akibatnya Alllah mencicipkan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali”
Kata (ظَهَرَ) zhara pada mulanya berarti  terjadinya sesuatu dipermukaan bumi. Sehingga, karena dia dipermukaan, maka menjadi nampak dan terang serta diketahui dengan jelas. Lawannya adalah ( بطن) bathana yang berarti terjadinya sesuatu diperut bumi, sehingga tidak nampak.[18]
Kata (الفساد) al-fasad menurut al-shafani adalah keluarnya sesuatu dari keseimbangan, baik sedikit maupun banyak. Kata ini digunakan menunjuk apa saja, baik jasmani, jiwa, maupun hal-hal lain. Ia juga diartikan sebagai antonim dari dari (الصلاة) ash-shalah yang berarti manfaat atau berguna.
Sementara ulama membatasi pengertian kata al-fasad dalam ayat ini dalam arti tertentu seperti kemusyirikan atau pembunuhan Qabil terhadap habil dan lain-lain. Pendapat-pendapat yan membatasi itu, tidak memiliki dasar yang kuat. Beberapa ulama kontemporer memahaminya dalam arti kerusakan lingkungan, karena ayat diatas mengaitkan fasad tersebut dengan kata darat dan laut.
Kalau merujuk kepada Al-Qur’an, ditemukan sekian banyak ayat yang berbicara tentang aneka kerusakan dan kedurhakaan yang dikemukakan dalam konteks uraian tentang fasad, antara lain:[19]
وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي ٱلۡأَرۡضِ لِيُفۡسِدَ فِيهَا وَيُهۡلِكَ ٱلۡحَرۡثَ وَٱلنَّسۡلَۚ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَسَادَ ٢٠٥ 
Artinya:”dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan dibumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai al-fasad.” (Q.S. Al-Baqarah: 205)
Dalam Qur’an Surah Al-Maida:32 juga disebutkan, pembunuhan perampokan dan gangguan keamanan, dinilai sebagai fasad. Ayat diatas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya fasad itu. Ini dapat berarti daratan dan lautan menjadi arena kerusakan, misalnya dengan terjadinya pebunuhan dan perampokan dikedua tenpat itu, dan dapat juga berarti bahwa darat dan laut sendiri telah mengalami kerusakan, ketidak seimbangan serta kekurangan manfaat. Laut telah tercemar, sehingga ikan mati dan hasil laut berkurang. Daratan semakin panas sehingga terjadi kemarau panjang. Alhasil, keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Inilah yang mengantar sementara ulama komtemporer memahami ayat ini sebagai isyarat tentang kerusakan lingkungan. Bahwa ayat diatas tidak menyebut udara, boleh jadi karena ditekankan disini adalah apa yang nampak saja, sebagaimana makna kata zhahara yang telah disinggung diatas apalagi ketika turunnya ayat ini, pengetahuan manusia belum menjangkau angkasa lebih-lebih tentang polusi.
Ibnu ‘Asyur’ mengemukakan beberapa penafsiran tentang ayat diatas dari penafsiran yang sempit hingga yang luas. Makna terakhir yang dikemukakannya adalah bahwa alam raya telah diciptakan Allah dalam satu sistem yang sangat serasi dan sesuai dengan kehidupan manusia. Tetapi mereka melakukan kegiatan buruk yang merusak, sehingga terjadi kepincangan dan ketidak seimbangan dalam sistem kerja alam. Ulama ini kemudian mengingatkan kita pada firman Allah: (Q.S At-tin:10)
لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤ 
4. sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
Ayat diatas mengisyaratkan bahwa kerusakan yang terjadi dapat berdampak lebih buruk. Tetapi rahmat Allah masih menyentuh manusia, karena dia baru mencicipkan, bukan menimpakan kepada mereka. Disisi lain, dampak tersebut baru akibat sebagian dosa mereka. Dosa yang lain boleh diampuni Allah, dan boleh jadi juga ditangguhkan siksanya kehari yang lain.[20]
Dosa dan pelanggaran (fasad) yang dilakukan manusia, mengakibatkan gangguan keseimbangan didarat dan dilaut. Sebaliknya, ketiadaan keseimbangan didarat dan dilaut, mengakibatkan siksaan kepada manusia. Demikian pesan ayat diatas, semakin banyak perusakan terhadap lingkungan, semakin besar pula dampak buruknya terhadap manusia. Semakin banyak dan beraneka ragam dosa manusia semakin parah pula keruskan lingkungan. Hakikat ini merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri lebih-lebih dewasa ini. Memang Allah SWT menciptakan semua makhluk saling kait berkait. Dalam keterkaitan itu, lahir keserasian dan keseimbangan dari yang terkecil hingga yang terbesar, dan semua tunduk dalam pengaturan Allah Yang Maha Besar. Bila terjadi gangguan pada keharmonisan dan kesimbangan itu, maka kerusakan terjadi dan ini kecil atau besar, pasti berdampak pada seluruh bagian alam, termasuk manusia, baik yang merusak maupun yang merusak maupun yang merestui perusakan itu.[21]

Bantu blog ini untuk tetap eksis dengan KLIK DISINI

D.    Upaya Menanggulangi Kerusakan Lingkungan

Jika ditelisik lebih dalam sebenarnya lingkungan sebagai suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang bekerja secara teratur sebagai satu kesatuan yang terdiri dari unsur biotik (manusia, hewan dan tumbuhan) dan abiotik (udara, air, tanah iklim, dan sebagainya. Dalam definisi yang lain, lingkunagn hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya dan keadaan, makhluk hidup termasukmanusia dan perilakunya yang menentukan perkehidupan serta kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya.[22]
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa antar manusia dan alam sekitarnya, yakni hewan, tuumbuhan dan makhluk lainnya, memiliki kedudukan dan fungsi yang sejajar dan seimbang. Dengan kata lain semua berada pada rantai ekosistem yang saling membutuhkan. Al-quran dalam hal ini menegaskan:
Al-hijr:19-20
وَٱلۡأَرۡضَ مَدَدۡنَٰهَا وَأَلۡقَيۡنَا فِيهَا رَوَٰسِيَ وَأَنۢبَتۡنَا فِيهَا مِن كُلِّ شَيۡءٖ مَّوۡزُونٖ ١٩ 
وَجَعَلۡنَا لَكُمۡ فِيهَا مَعَٰيِشَ وَمَن لَّسۡتُمۡ لَهُۥ بِرَٰزِقِينَ ٢٠
Artinya: kami telah mengahamparkan bumi dan menjadikannya padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. 20. Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali—kali bukan pemberi rejeki kepadanya.

Secara ekspilisit, ayat diatas menegaskan bahwa kehidupan dimuka bumi diciptakan dengan ukuran atau mekanisme dan kausalitas tertentu yang saling berhubungan. Dengan demikian, manusia tidak dapat mengkalim bahwa dialah pihak yang paling punya otoritas dalam menentukan segala sesuatu (antroposentrisme).[23]
Lebih jauh lagi, dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa menjadi khalifah dimuka bumi ini tidak untuk melakukan perusakan dan pertumpahan darah. Tetapi untuk membangun kehidupan yang damai, sejahtera, dan penuh keadilan. Dengan demikian manusia yang melakukan kerusakan dimuka bumi ini secara  otomatis mencoreng atribut manusia sebagai khalifah (Q.S Al-Baqarah:30). Karena walaupun manusia diciptakan untuk kepentingan manusia (Q.S. Luqman:20), tetapi tidak diperkenanankan  menggunakannya secara semena-mena. Sehingga perusakan terhadap alam merupakan bentuk dari pengingkaran terhadap ayat-ayat (keagungan) Allah  dan akan dijauhkan dari rahmatnya (Q.S. Al-Araf:56).
Didalam Q.S al-araf:56 bahwa ayat tersebut melarang pelampauan batas, ayat ini melarang kerusakan dimuka bumi:
وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفٗا وَطَمَعًاۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٥٦ 

Artinya:”dan janganlah kamu membuat kerusakan dibumi, sesudah perbaikannya dan berdoalah kepadanya dalam keadaan takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah dekat denngan kaum muhsinin.
Alam raya telah diciptakan Aallah swt, dalam keadaan yang sangat harmonis, serasi dan memenuhi kebutuhan mkhluk hidup. Allah telah menjdaikannya baik, bahkan memerintahkan hamba-hambanya untuk memperbaikinya.
Salah satu bentuk perbaikan yang dilakukan Allah, adalah dengan mengutus para nabi untuk meluruskan dan memperbaiki kehidupan yang kacau dalam masyarakat. Siapa yang tidak menyambut kedatang rasul, atau menghambat misi mereka maka ia telah melakukan salah satu bentuk pengrusakan dibumi.[24]
Merusak setelah diperbaiki, jauh lebih buruk daripada merusaknya sebelum diperbaiki, atau pada saat dia buruk. Karena itu ayat ini secar tegas menggaris bawahi larangan tersebut, walaupun tentunya memperparah kerusakan atau merusak yang baik juga amat tercela.
Harus diingat bahwa limpahan karunia Allah beraneka ragam, bukan sekedar dalam bentuk rahma, tetapi mencakaup banyak hal. Jika anda berkata dia maha pengasih, maka tidak tercakup dalam kandungan makna kata Maha pengasih  Dia Maha Pemberi rezeki, atau pembela dan sebagainya. Satu-satunya kata yang mencakup sifat-sifat Allah itu yaitu Allah.[25]
Agama memegang peranan penting dalam menjaga keharmonisan manusia dan alam itu pulalah yang diungkapkan oleh evelyn, bahwa agama mempunyai lima resep dasar untuk menyelamatkan lingkungan.
1.  Reference, keyakinan, yang didapat dan kepercayaan masing-masing. Dalam islam prisnsip utama yang dipegang adalah keyakian umat muslim untuk beriman dan melaksanakan perintah allah tanpa terkecuali. Jika dalam al-qur’an telah diperintahkan untuk tidak merusak alam, maka sebagai orang beriman kita harus melaksanakannya tanpa terkecuali.
2.  Respect, penghargaan kepada semua makhluk hidup yang diajarkan agama sebagai makhluk tuhan. Prinsip menghormati ini tidak hanya berlaku antar  manusia. Akan tetapi antar manusia dengan lingkungan.
3.  Restrain, kemampuan untuk mengelola, mengontrol sesuatu agar penggunaannya tidak mubadzir
4.  Redistribution, kemampuan untuk menyebarkan kekayaan, kegembiraan melaluilangkah dermawan.
5.  Responsibility, sikpa bertangguang jawab dalam merawat kondisi alam.[26]
Lingkungan kita telah banyak yang rusak kerusakan lignkungan memberikan dampak negatif  terhadap kehidupan manusia. Oleh karena itu, diperlukan cara-cara mengatasi kerusakan lingkungan sebagai berikut:
·      Reboisasi atau penghijauan dilaan yang telah rusak.
·      Mencegah penebangan liar dan menerrapakan sistem tebang pilih.
·      Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, dan menggantinya dengan bahan bakar alternatif.
·      Membuat sengkedan  didaerah lereng pegunungan yang digunakan sebagai mlahan pertanian.
·      Mengolah limbah terlebidaulu sebelum dibuang kelingkungan.
·      Menggunakan bahan-bahan yang mudahdiuraikan mikroorganisme ditanah.
Menerapakan prinsip 4R yaitu:
1.  Reduce, artinya mengurangi pemakaian.
2.  Reuse, artinya memakai ulang.
3.  Recycle, artinya mendaur ulang.
4.  Replant, artinya menanam atau menimbun sampah organik.
5.  Melakukan upaya remidiasi, yaitu membersihkan permukaan tanah dari berbagai macam polutan.[27]

E.     HADIS-HADIS LINGKUNGAN

1.  Hadis tentang menanam pohon

Penghijauan alias REBOISASI merupakan amalan soleh yang mengandung banyak menfaat bagi manusia didunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tipuan angin, membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang tidak sempat kita sebutkan dilembaran sempit ini.
Jiak demikian banhak manfaat dari REBOISASI alias penghijauan, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan dalam hadis-hadis lainnya, seperti beliau pernah bersabda,
إِنْ قَامَتْ السَّاعَةُ وَبِيَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا يَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَفْعَلْ
Jika hari kiamat telah tegak sedang ditang seseorang diantar kalian terdapat bibit pohon korma, jika ia mampu untuk berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah.” [HR. Ahmad dalam Al-masnad (3/183, 184, dan 191), Ath-Thoyalisiy dalam Al-musnad (2068), dan Al-Bukhory dalam Al-Adab Al-mufrod (479). Hadis ini dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah (no.9)[28]
Adapun hadis tentang larangan menebang pohon yaitu:  hadis tentang larangan menebang pohon bidara
“Barangsiapa menebang pohon bidara, maka allah akan menghunjamkan kepalanya di dalam neraka”, HR.Abu Dawud, no. 4561. Hadis di atas marfu, muttashil, dan sanadnya hasan melalui sahabat ‘ Abd Allah bin Hubsyiy, karena rawi Sa ‘ id bin Muhammad bin jubair bin muth ‘ im dinilai maqbul; Sedangkan yang melalui sahabat ‘ Urwah bin al-Zubair, sanadnya dha ‘ if, karena rawi rajul dinilai mubham.[29]

2.  Hadis tentang larangan menyakiti hewan

Islam melarang perbuatan zhalim. Dan kezhaliman itu bisa terjadi tidak hanya kepada manusia, namun juga kepada hewan. Dan ini pun terlarang didalam islam. Banyak sekali hadis-hadis yang membahas hal ini, diantaranya hadis berikut ini. Dikeluarkan oleh imam ahmad dalam musnadnya (6/441):
حَدَّثَنَا هَيْثَمُ بْنُ خَارِجَةَ , قالَ : أَخْبَرَنَا أَبُو الرَّبِيعِ سُلَيْمَانُ بْنُ عُتْبَةَ السُّلَمِيُّ , عَنْ يُونُسَ بْنِ مَيْسَرَةَ بْنِ حَلْبَسٍ , عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ , عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ , عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , قَالَ : ” لَوْ غُفِرَ لَكُمْ مَا تَأْتُونَ إِلَى الْبَهَائِمِ , لَغُفِرَ لَكُمْ كَثِيرًا
Haitsam bin Kharijah telah menuturkan kepadaku, ia berkata Abu Rabi, sulaiman bin Utbah As Sulami mengabarkan kepadaku, dari yunus bin Maisarah Bin Halbas, dari Abu Idris dari Abu daud Darda, dari nabi Sshallahu alaihi wassalam, beliau bersabda: “andaikan perbuatan yang kalian lakukan terhadap binatang itu diampuni, maka ketika itu diampuni banyak dosa.[30]
Adapun hadis yang menyuruh atau perintah membunuh jenis hewan yaitu:Hadis tentang perintah membunuh lima jenis binatang
“Lima perusak yang harus dibunuh ketika diharamkannya adalah tikus, kalajengking, elang, gagak, dan anjing gila”. HR. al-bukhari, no. hadis 3067, bab bad’u al-Khalq. Hadis diatas marfu, muttashil, dan sanadnya shahih melalui sahabat ‘ Aisyah. Hadis di atas juga di riwayatkan muslim, no. 3067, 2069, 2070, 2071, 2072; al-Tirmidzi, no. 766; an-Nasa’ai, no. 2832, 2833, 2841, 2842; ibn Majah, no. 3078; Ahmad bin Hanbal, no. 22923, 23520, 23764, 24146, 25026, 25043; Malik, no. 696; ad-Darimi, no. 1746[31]

BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

1.  Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ilmu ini bertujuan untuk menemukan landasan yang tepat untuk memahami hubungan timbal balik tersebut, sehingga manusia mampu memperkirakan tindakan apa yang harus diambil dalam menyelaraskan kehidupannya dialam ini.
2.  Dalam firmannya: (Q.S. Al-Hijr:19).Ayat ini dinilai sebagai penegas dalam suatu temuan ilmiah yang diperoleh melalui pengamatan dilaboratorium, yaitu setiap kelompok tanaman masing-masing memiliki kesamaan dilihat dari sisi luarnya: demikian juga sisi dalamnya. Bagian-bagian tanaman dan sel-sel  yang digunakannya untuk pertumbuhan memiliki kesamaan-kesamaan yang praktis semuanya dapat diklasifikasikan dalam satu kelompok yang sama.
3.   Dalam firmannya: (Q.S. Ar-Rum :41, At-Tin:10) Dosa dan pelanggaran (fasad) yang dilakukan manusia, mengakibatkan gangguan keseimbangan didarat dan dilaut. Sebaliknya, ketiadaan keseimbangan didarat dan dilaut, mengakibatkan siksaan kepada manusia. Demikian pesan ayat diatas, semakin banyak perusakan terhadap lingkungan, semakin besar pula dampak buruknya terhadap manusia. Semakin banyak dan beraneka ragam dosa manusia semakin parah pula keruskan lingkungan.
4.  cara - cara mengatasi kerusakan lingkungan sebagai berikut : Reboisasi atau penghijauan di lahan yang telah rusak, Mencegah penebangan liar dan menerapkan sistem tebang pilih, Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, dan menggantinya dengan bahan bakar alternatif, Membuat sengkedan di daerah lereng pegunungan yang digunakan sebagau lahan pertanian, Mengolah limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan, Menggunakan bahan-bahan yang mudah diuraikan mikroorganisme di tanah.

B.     Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan Apabila terdapat kesalahan atau kekurangan terhadap makalah ini mohon kritiannya. 

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Supriadi, Jumrodah, 2013, Tafsir Ayat-Ayat Biologi, Yogyakarta, Kanwa Publisher.
Fitria Sari Yunianti, 2000,  Al- Qur’an dan hadis (wawasan al-Qur’an tentang Ekologi) vol.10, Yogyakarta.
M.Quraish Shihab, 2002, Tafsir Al-Misbah, Volume 5, Jakarta, lentera hati.
M. Quraish Shihab, 2002, Tafsir Al-Misbah, volume 7, Jakarta, lentera hati.
M. Quraish Shihab,2003, tafsir Al-Misbah, volume 11, Jakarta, lentera hati.
M. Quraish Shihab,2003, tafsir Al-Misbah, volume 13, Jakarta, lentera hati.
M. Quraish Shihab,2009, tafsir Al-Misbah, volume 14, Jakarta, lentera hati.
Suryadi, al-Qur’an dan Hadis (lingkungan hidup dalam persepektif hadis) vol.9 no. 2, Yogyakarta. 2000
Tim Pengajar  Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangkaraya, 2013, Bahan Ajar Pengetahuan Lingkungan, Palangka Raya,  Tim Pengajar.

Itulah sekilas pembahasan pada artikel ini. bantu blog ini untuk tetap eksis dengan KLIK DISINI


[1] http://bass-core.blogspot.com/2011/01/pengertian-teologi-lingkungan.html (selasa, 09-12-2014)
[2] Akhmad Supriadi, Jumrodah, Tafsir Ayat-Ayat Biologi, Yogyakarta, Kanwa Publisher, h.238, 2013.
[3] Ibid.hal 238
[4] Tim Pengajar  Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangkaraya, Bahan Ajar Pengetahuan Lingkungan, Palangka Raya,  Tim Pengajar, h.30, 2013.
[5] Ibid.hal 40
[6] Ibid. 40-41                                                                               
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, volume 7, jakarta: lentera hati, h.108
[8] Ibid.hal 109
[9] M. Quraish Shihab, Tafsisr Al-Misbah,  Volume 13, Jakarta:lentera, h.482, 2003
[10] Ibid.hal 82
[11] M. Quraish Shihab, Tafsisr Al-Misbah,  Volume 14, Jakarta:lentera, h.199, 2002
[12] Ibid.hal 199
[13] Ibid.hal 200
[14]Ibid. 201
[15] Akhmad Supriadi, Jumrodah, ayat-ayat biologi, Yogyakarta, Kanwa Publishet, h.241, 2013
[16] Ibid. hal 243
[17] http:// odesboges.blogspot.com/2012/10/penyebab-kerusakan-lingkungan-dan.html (selasa, 09 desember 2014)
[18] M. Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah, volume 11, Jakarta, lentera Hati, h.76, 2002
[19] Ibid.hal 77
[20] Ibid.hal 78
[21] Ibid.hal.78
[22] Akhmad Supriadi, Jumrodah, ayat-ayat biologi, Yogyakarta, Kanwa Publishet, h.250, 2013
[23] Ibid. hal 250
[24] M. Quraish Sihab, tafsir Al-misbah, Volume 5, Jakarta, lentera Hati, h.123, 2002
[25] Ibid.hal 124
[26] Fitria Sari Yunianti, Al- Qur’an dan hadis (wawasan al-Qur’an tentang Ekologi) vol.10, Yogyakarta, hal. 105.  2000
[27] http://belajar-fun.blogspot.com/2012/05/cara-cara-mengatasi-kerusakan.html (selasa, 09 desember 2014)
[29] Suryadi, al-Qur’an dan Hadis (lingkungan hidup dalam persepektif  hadis) vol.9 no. 2, hal. 296, Yogyakarta. 2000
[30] http://muslim.or.id/hadits/larangan-zhalim-terhadap-binatang.html (selasa, 09 desember 2014)
[31] Ibid. hal 297

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...