“Salah Faham Terhadap Do’a Nabi”
ketegori Muslim. Salah Faham Terhadap Do’a Nabi
Diantara sekian banyak do’a-do’a yang
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan kepada umatnya adalah do’a di bawah
ini :
Allahumma Ahyinii Miskiinan, wa Amitnii
Miskiinan, wahsyurniii fii Jumratil-masaakiin
Artinya : Ya Allah ! Hidupkanlah aku
dalam keadaan MISKIN, dan matikanlah aku dalam keadaan MISKIN, dan kumpulkanlah
aku dalam rombongan orang-orang MISKIN .
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu
Majah No. 4126 dan lain-lain. Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini derajatnya :
HASAN.
Bagaimana kita menyikapinya? benarkah kita miskin karena salah do'a?
Setelah kita mengetahui bahwa hadits
ini sah datangnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sekarang perlu
kita mengetahui apa maksud sebutan MISKIN dalam lafadz do’a Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam di atas. Yang sangat saya sesalkan diantara saudara-saudara
kita telah memahami bahwa MISKIN di sini dalam arti yang biasa kita kenal yaitu
: Orang-orang yang tidak berkecukupan di dalam hidupnya atau orang-orang yang
kekurangan harta .
Dengan arti yang demikian maka
timbullah kesalahpahaman di kalangan umat terhadap do’a Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam di atas, akibatnya :
· Do’a ini tidak ada seorang muslimin pun yang
berani mengamalkannya, atau paling tidak sangat jarang sekali, lantaran menurut
tabi’atnya manusia itu tidak mau dengan sengaja menjadi miskin.
· Akan timbul pertanyaan : Mengapa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh umatnya menjadi miskin ? Bukankah di dalam
Islam ada hukum zakat yang justru salah satu faedahnya ialah untuk memerangi
kemiskinan ? Dapatkah hukum zakat itu terlaksana kalau kita semua menjadi
miskin ? Dapatkah kita berjuang dengan harta-harta kita sebagaimana yang Allah
Subhanahu wa ta’ala perintahkan kalau kita hidup dalam kemiskinan ? Kita
berlindung kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dari berburuk sangka kepada
Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
· Ada jalan bagi musuh-musuh Islam untuk
mengatakan : Bahwa Islam adalah musuh kekayaan !?.
Padahal yang benar MISKIN di dalam do’a
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini ialah : Orang yang Khusyu dan Mutawaadli
. Sebagaimana hal ini telah diterangkan oleh Ulama-ulama kita :
· Imam Ibnul Atsir di kitabnya An-Nihaayah fi
Gharibil Hadits mengatakan : Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan Miskin …..
Yang dikehendaki dengannya ialah : Tawadlu’ dan Khusyu’, dan supaya tidak
menjadi orang-orang yang sombong dan takabur .
· Di kitab Qamus Lisanul Arab oleh Ibnu Mandzur
diterangkan asal arti Miskin di dalam lughah/bahasa ialah = Al-Khaadi’ , dan
asal arti Faqir ialah : Orang yang butuh. Lantaran itu Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berdo’a : Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan Miskin ….. Yang
dikehendaki ialah : Tawadlu’ dan Khusyu’, dan supaya tidak menjadi orang-orang
yang sombong dan takabur. Artinya : Aku merendahkan diriku kepada Mu wahai Rabb
dalam keadaan berhina diri, tidak dengan sombong. Dan bukanlah yang dikehendaki
dengan Miskin di sini adalah Faqir yang butuh .
· Imam Baihaqi mengatakan : Menurutku bahwa
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah meminta keadaan miskin yang
maknanya kekurangan tetapi beliau meminta miskin yang maknanya tunduk dan
merendahkan diri . .
· Demikian juga maknanya telah diterangkan oleh
Hujjatul Islam al-Imam Ghazali di kitabnya yang mashur Al-Ihya’ 4/193.
· Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :
Hidupkanlah aku dalam keadaan Khusyu’ dan Tawadlu’ . . Beliau juga mengatakan :
…. bukanlah yang dikehendaki dengan miskin tidak mempunyai harta …
· Imam Qutaibi juga mengatakan Khusyu’ dan
Tawadlu’ .
Kemudian periksalah kitab-kitab di bawah ini :
· Tuhfatul Ahwadzi Syarah Tirmidzi 7/19-20 No.
2457 oleh Imam Al-Mubaarakfuri.
· Faidhul Qadir Syarah Jami’us Shaghir 2/102
oleh Imam Manawi.
· Al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab 6/141-142 oleh
Imam Nawawi.
· Shahih Jami’us Shaghir No. 1271 oleh
Al-Albani.
· Maqaashidul Hasanah No. 166 oleh Imam
As-Sakhawi.
Setelah kita mengetahui keterangan
ulama-ulama kita tentang maksud miskin dalam do’a Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam di atas, baik secara lughah/bahasa maupun maknanya, maka hadits tersebut
artinya menjadi :
Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan khusyu’ dan tawadlu’, dan matikanlah
aku dalam keadaan khusyu’ dan tawadlu’, dan kumpulkanlah aku dalam rombongan
orang-orang yang khusyu’ dan tawadlu .
Rasanya kurang lengkap kalau di dalam
risalah ini saya tidak menerangkan dua masalah yang perlu diketahui oleh
saudara-saudara kaum muslimin.
Pertama.
Bahwa Islam adalah agama yang memerangi atau memberantas kefakiran dan
kemiskinan di kalangan masyarakat. Hal ini dengan jelas dapat kita ketahui :
· Di dalam Islam tedapat hukum zakat .
Sedangkan yang berhak menerima bagian zakat di antaranya orang-orang yang fakir
dan miskin . Kalau saja zakat ini dijalankan sesuai dengan apa yang Allah
Subhanahu wa ta’ala perintahkan dan menurut sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, niscaya tidak sedikit mereka yang tadinya hidup dalam kemiskinan
-setelah menerima bagian zakatnya- akan berubah kehidupannya bahkan tidak
mustahil kalau di kemudian hari merekalah yang akan mengeluarkan zakat.
Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman : Agar supaya harta itu tidak beredar
di antara orang-orang yang kaya saja dari kamu .
· Islam memerintahkan memperhatikan keluarga
yang akan ditinggalkan, supaya mereka jangan sampai hidup melarat yang
menadahkan tangan kepada manusia. Kita perhatikan sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam : Sesungguhnya engkau tinggalkan ahli warismu dalam keadaan
kaya lebih baik daripada engkau tinggalkan mereka hidup melarat/miskin yang
menadahkan tangan-tangan mereka kepada manusia .
· Bahkan Islam mencela kalau ada seorang mukmin
yang hidup dalam keadaan cukup sedangkan tetangganya kelaparan dan dia tidak
membantunya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: Bukanlah
orang yang mukmin itu yang kenyang, sedangkan tetangganya lapar di sebelahnya .
.
Maksudnya : Tidaklah sempurna keimanan seorang muslim itu apabila ia makan
dengan kenyang sedangkan tetangganya di sebelahnya kelaparan .
· Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon
perlindungan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dari hidup dalam kefakiran dan
kelaparan.
Artinya : Dari Aisyah : Bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a dengan do’a-doa ini :
Allahumma … kekayaan, dan dari kejahatan fitnah kefakiran …. .
Kedua : Hadits Abi Hurairah :
Artinya : Bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
perlindungan kepada-Mu dari kefakiran, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu
dari kekurangan dan kehinaan, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari
menganiaya atau dianiaya . .
Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berdo’a : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan
kepada-Mu dari kelaparan, karena sesungguhnya kelaparan itu seburuk-buruk teman
berbaring, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari khianat, karena
sesungguhnya khianat itu seburuk-buruk teman . .
Ketiga : Hadits Abi Bakrah Nufai’ bin
Haarits : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan
do’a ini di akhir shalat:
Artinya : Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran
dan azab kubur
. .
Keempat : Hadits Anas bin Malik :
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan dalam do’anya :
Artinya : ….Dan aku memohon perlindungan
kepada-Mu dari kefakiran/miskin dan kekafiran.
Kedua.
Islam tidak menjadi musuh kekayaan asalkan si kaya seorang yang taqwa. Bahkan
dengan kekayaan itu seorang dapat memperoleh ganjaran yang besar dan derajat
yang tinggi seperti berjihad dengan harta sebagaimana yang Allah perintahkan,
menunaikan zakat harta, infaq dan shadaqah, ibadah haji, mendirikan
masjid-masjid, pesantren dan sekolah-sekolah Islam, membantu anak yatim dan
perempuan-perempuan janda dan lain-lain yang membutuhkan harta dan kekayaan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mendo’akan Anas bin Malik:
Artinya : Ya Allah ! Banyakkanlah
hartanya dan anak-anaknya serta berikanlah keberkahan apa yang Engkau telah
berikan kepadanya . .
Hadits ini mengandung beberapa faedah :
· Bahwa harta itu adalah salah satu nikmat
Allah Subhanahu wa ta’ala.
· Bahwa banyak harta itu tidak tercela atau
mengurangi ibadahnya, asalkan dia memang seorang yang taqwa. Bahkan hadits ini
kita dapat mengetahui bahwa banyak harta itu merupakan suatu kebaikan dan
nikmat dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Karena tidak mungkin Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mendo’akan kecelakaan kepada salah seorang shahabat dan
pembantunya seperti Anas bin Malik kalau tidak menjadi kebaikan baginya !.
· Boleh mendo’akan seseorang supaya banyak
hartanya dengan penuh keberkahan.
· Dari hadits ini kita mengetahui bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai mempunyai anak banyak.
· Juga hadits ini menerangkan tentang keutamaan
Anas bin Malik yang telah terbukti dalam tarikh -berkat do’a Nabi- tidak
seorangpun dari shahabat Anshar yang paling banyak harta dan anak selain dari
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda kepada shahabatnya Hakim bin Hizaam :
Wahai Hakim! Sesungguhnya harta ini indah manis, maka barang siapa yang
mengambilnya dengan jiwa yang baik, niscaya mendapat keberkahan, dan barang
siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang tamak, niscaya tidak mendapat
keberkahan, dan ia seperti orang yang makan tetapi tidak pernah kenyang, dan
tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...