Kebanyakan manusia memiliki visi hanya sebatas kehidupan
dunia saja. Pikiran, hati, dan tindak tanduk mereka cuma untuk mengejar
kesenangan lahiriah saja.
Sementara orang-orang yang beriman, memiliki visi yang
melampaui kehidupan dunia. Mereka sadar bahwa dunia dan seisinya akan punah
pada masanya.
Visi mereka tidak berhenti hanya pada dunia melainkan lebih
dari itu. Visi mereka mencapai Sang Mahapencipta. Itulah visi akhirat.
Pikiran, hati, dan tindak tanduk mereka tidak diabdikan
untuk mereguk kesenangan dunia saja, tetapi ingin meraih ridha Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Mereka sadar bahwa yang abadi hanyalah Allah Ta’ala. Dunia dan
seisinya akan mereka tinggalkan lalu hancur binasa.
Kita pun seharusnya demikian. Janganlah cinta kita terhenti
oleh kesenangan dunia. Teruskanlah perjalanan cinta tersebut hingga menuju Sang
Pencipta. Allah Ta’ala berfirman, ”Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia
saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Allah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (An-Nisa’ [4]: 134)
Memang tidak mudah mengajak diri mencintai Allah Ta’ala.
Pesona dunia sangat menggoda dan melalaikan. Namun, manusia bukannya tak mampu
melampauinya. Sebab, mencintai Allah Ta’ala itu adalah fitrah.
Ø
Fitrah Mencintai Allah
Saat kita menengadahkan kepala ke
langit, atau berjalan di hamparan bumi nan luas, atau berlayar di samudera yang
tak bertepi, maka hati kita akan tergetar.
Begitu juga ketika kita mempelajari fenomena air yang mampu
menyuburkan tanah, berbagai jenis hewan yang tersebar di seluruh permukaan
bumi, bahkan sampai ke dasar samudera, angin bertiup yang tak terlihat
sumbernya, awan yang menaungi laksana payung tampa tiang, membuat hati kita
terkagum-kagum.
Tapi, orang yang hanya melihat
semua itu dari mata lahiriah, akan berhenti sampai pada sesuatu yang tampak
secara inderawi saja. Padahal kita diperintahkan agar tidak hanya menyaksikan
sesuatu yang tampak saja, melainkan juga memikirkan di balik yang tampak
tersebut. Dialah Sang Pencipta.Al-Qur`an bahkan memuat anjuran ini pada ayat
yang turun pertama kali. “Iqra` bismirabbikalladzi khalaq.” Bacalah dengan nama
Tuhanmu Yang Menciptakan.”
Ketika kita menyadari bahwa Allah Ta’ala adalah pencipta
diri dan kehidupan kita maka secara fitrah kita akan cinta dan rindu
kepada-Nya. Ini sama seperti fitrah cinta kita kepada kedua orang tua yang
menjadi “sumber” keberadaan kita.Bahkan, cinta kita kepada Allah Ta’ala akan
berlipat kali cinta kita kepada kedua orang tua. Sebab, pemberian dan kasih
sayang yang diberikan Allah Ta’ala jauh melebihi pemberian dan kasih sayang
kedua orang tua kita.
Bagaimana kita seharusnya mencintai Allah SWT.? Pentingkah kita mencintai Allah.?
baca selengkapnya...
Ø
Allah Cinta Sejati
Ingatlah! Segala sesuatu yang ada
di dunia ini, juga segala yang kita cintai, pada hakekatnya adalah kepunyaan
Allah Ta’ala. Dalam hal apa pun kita mencintai sesuatu, baik keindahannya,
kasih sayangnya, kebaikannya, sesungguhnya Allah Ta’ala melebihi semua itu.
Jika kita mencintai seseorang karena merasakan kasih
sayangnya, maka bandingkanlah dengan kasih sayang Allah Ta’ala. Jika kita
merasa kagum dengan segala kebaikan seseorang maka bandingkanlah dengan
kebaikan Allah Ta’ala. Semua perbandingan itu akan menyadarkan kita bahwa Allah
Ta’ala adalah Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang, melebihi apa pun.
Jadi, jangan berhenti hanya sampai mencintai sesuatu yang
tampak di depan mata. Teruskan perjalanan cinta itu hingga sampai kepada Allah
Ta’ala.
Begitulah karakter orang-orang yang beriman sebagaimana
firman Allah Ta’ala, ”Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada
Allah,” (Al-Baqarah [2]: 165).
Ø
Meraih Cinta Allah
Tentu saja kita berharap cinta kita
kepada Allah Ta’ala adalah cinta yang berbalas, bukan cinta yang bertepuk
sebelah tangan. Kita tidak boleh egois dalam mencintai Allah Ta’ala. Kita tak
boleh mencintai semau kita sendiri.
Bagaimana caranya agar Allah Ta’ala
juga mencintai kita? Untuk menjawab ini maka tanyakan kepada diri kita terlebih
dahulu, apakah pantas kita dicintai oleh Allah Ta’ala?
Jika belum maka buatlah agar diri kita pantas. Nilailah diri
kita, bukan dari seberapa banyak kenikmatan yang telah kita dapatkan, tetapi
seberapa besar manfaat yang telah kita perbuat selama hidup. Kita bekerja bukan
untuk bermegahmegahan, tetapi untuk memberi manfaat sebesar-besarnya kepada
orang lain.
Nilai pula diri kita apakah selama
ini kita telah mengikuti tuntunan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya secara benar?
Sebab, secara jelas Allah Ta’ala berfirman, ”Katakanlah, jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Ali Imran [3]: 31)
Apabila kita merasa banyak dosa, segeralah bertobat dengan
menyucikan diri agar kita kembali mendapat cintaNya. Allah Ta’ala berfirman,
”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah [2]: 222)
Meraih cinta-Nya juga dengan cara memperbanyak amalan
kebaikan, menjalankan amalan yang difardhukan, dan mengistiqamahi amalan yang
disunnahkan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,”Tidaklah ada sesuatu yang mendekatkan seorang hamba kepada-Ku
yang lebih Aku sukai daripada kewajiban yang Aku fardhukan padanya.Dan tidaklah
hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, kecuali Aku
mencintainya.” (Riwayat Bukhari)
Kita semua pasti akan kembali kepada Allah Ta’ala. Saat kita kembali nanti,
semua yang kita miliki akan kita tinggalkan. Apa saja yang kita cintai akan
terlepas. Hanya ridha Allah Ta’ala yang menjadi harapan.Kita ingin kembali
kepada Allah Ta’ala dalam keadaan ridha dan diridhai. Kita senang kembali
kepadaNya dan Allah Ta’ala juga senang menerima kita. Itulah visi akhir hidup
yang harus kita raih.
Manusia yang paling sengsara di
akhirat adalah manusia yang paling kuat cintanya kepada dunia. Sedangkan
manusia yang paling bahagia di akhirat adalah yang paling kuat cintanya kepada
Allah Ta’ala.
Berbahagialah mereka yang dipanggil Allah Ta’ala dalam
keadaan hati yang ridha lagi diridhai. Firman Allah Ta’ala, ”Hai jiwa yang
tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka
masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Al
Fajr [89]: 27-30).
Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...