A.
Hassan, lahir di Singapura pada tahun 1887 dari pasangan Hajjah Muznah yang
asli Surabaya dan Ahmad Sinna Wappu Maricar yang masih merupakan keturunan
ulama Mesir yang sekaligus berprofesi sebagai wartawan dan penerbit buku serta
surat kabar berbahasa Tamil.
Pendidikan
A. Hassan semasa kecil sebagian besar didapat dari ayahnya, diusia 7 tahun
beliau mulai belajar al-Qur'an dan selama 4 tahun belajar disekolah Melayu
(setingkat SD sekarang), selebihnya dia mempelajari bahasa Melayu, Tamil,
Inggris dan Arab secara privat. Sejak usia 7 tahun itu juga A. Hassan sudah
dididik belajar bekerja, entah sebagai buruh ditoko kain, agen distribusi es,
vulkanisir ban mobil hingga guru bahasa Melayu, Inggris dan Arab.
Pada
usia 34 tahun A. Hassan hijrah dari Singapura ke Bandung untuk memimpin pabrik
tekstil milik pamannya. Disini ia berkenalan dengan tokoh-tokoh politik seperti
H.O.S Tjokroaminoto, Sangaji, H. Agus Salim dan Wondomiseno. Surabaya saat itu
sedang hangat-hangatnya pertentangan antara kaum tua dan kaum muda, kaum
tradisionalis dan kaum pembaharu agama seperti perbedaan masalah usholli dan
ucapan niat sebelum sholat yang dipertahankan pemakaiannya oleh kaum tua
(tradisionalis).
A. Hassan sendiri dalam hal ini berada pada posisi kaum muda
(pembaharu) yang menentang pelaksanaan kedua hal tadi karena menurutnya itu
sama sekali tidak ada ajarannya dari Allah dan Rasul-Nya, semua itu adalah
hasil penambahan baru dari para ulama yang tidai ada dasar dan contoh dari
jaman kenabian.
Walaupun
bukan sebagai pendirinya, tetapi nama A. Hassan sering di-identikkan dengan
nama PERSIS (Persatuan Islam), yaitu suatu organisasi pembaharu keagamaan yang
lahir pada tanggal 12 September 1923 di Bandung. Kelahiran Persis setidaknya
merupakan jawaban dari sikap kolonial Belanda masa itu yang mencoba menerapkan
unifikasi hukum, yaitu mematikan syariat Islam dan menampilkan hukum barat
melalui pemberlakuan hukum adat sebagai perantara pengalihan. Dakwah Persis
diambil langsung dari sumber al-Qur'an dan Hadis, karenanya pula Persis menolak
bermazhab.
Dakwah
Persis dimulai secara sembunyi-sembunyi karena adanya pengawasan yang ketat
dari pihak Belanda, baru setelah Moh. Natsir pada tahun 1934 memintakan
pengesahan organisasi tersebut pada kementerian kehakiman maka Persis memulai
dakwah secara terbuka.
Moh.
Natsir sendiri merupakan mantan ketua umum PP Persis dan salah satu murid
kesayangan dari A. Hassan, ia yang paling menonjol dari semua murid-muridnya.
Bersama Moh. Natsir dan Persis maka A. Hassan menerbitkan majalan Pembela Islam,
gerakan dakwah Persis sempat memasuki arena politik setelah pada tahun 1930-an
pemerintahan Belanda semakin keras melakukan tekanan pada kegiatan kaum pribumi
sementara dalam waktu bersamaan kaum Salibis mulai melancarkan misi
Kristenisasinya secara meluas.
Secara
internal kebangsaan, Persis berhadapan dengan kelompok PNI yang dilakoni oleh
mantan presiden Sokarno, perbedaan terjadi karena adanya perbedaan ideologi
dari keduanya. Meski demikian Persis tidak menganggap PNI sebagai musuhnya,
bahkan saat Soekarno dipenjara di Banceuy Bandung, orang-orang Persis merupakan
yang pertama membesuknya.
Persis
bukan organisasi pembaharuan agama yang pertama di Indonesia, sebelumnya sudah
berdiri Muhammadiyah dikota Yogya, al-Irsyad di Jakarta serta Syarikat Dagang
Islam, Syarikat Islam dan Perseryikatan Ulama. Namun karena masing-masing
organisasi itu telah membatasi dirinya dibidang-bidang tertentu seperti
Syarikat Dagang Islam menitik beratkan perhatiannya pada sektor Ekonomi yang
membidani kelahiran Koperasi, Syarikat Islam dibidang politik dan Perseryikatan
Ulama yang berdiri di Majalengka Jawa Barat pada keterampilan para santri
dibidang usaha sementara Muhammadiyah sendiri sibuk dengan bidang sosial dan
pendidikan, maka Persis berdiri untuk menjembatani semuanya dan menitik
beratkan pada dakwah agama.
Tahun
1942 saat invasi Jepang ke Indonesia, Persis sudah mendirikan 6 masjid dengan
anggota jemaahnya berjumlah 500-an orang. Jum'atan pertama Persis mendapat
reaksi keras dari masyarakat. Soalnya ketika itu khutbah Jum'at biasa dan harus
disampaikan dengan bahasa Arab, sedangkan Persis menggunakan bahasa Indonesia
atau bahasa daerah sebagaimana lazimnya sekarang.
Persis
juga yang pertama kali membuat tafsir al-Qur'an dari kiri kekanan, karena
tafsirnya itu menggunakan huruf latin. Pada waktu itu orang beranggapan kafir
bila memakai huruf latin disebelah huruf Arab. Barangkali saking bencinya
kepada Belanda, huruf Latinpun dikafirkan. Sedangkan A. Hassan sendiri melalui
Persisnya menganggap masalah huruf Latin hanyalah urusan duniawi. Pesantren
Persis juga mempelopori gerakan pembaharuan internal, gurunya berdasi dan
muridnya harus bersih dan necis tidak seperti kalangan Pesantren waktu itu yang
masih menggunakan sarung dan tidak terlalu memperhatikan masalah pakaian.
A.
Hassan melalui Persisnya melakukan dakwah secara frontal, beliau menganggap
bahwa umat sudah menjadi jumud (beku) bahkan mundur karena telah menyimpang
dari ajaran al-Qur'an dan hadis. Baginya Islam itu sesuai tuntutan jaman, Islam
berarti kemajuan dan agama tidak menghambat malah menyetujuinya, mencari ilmu
pengetahuan, perkembangan sains modern, persamaan hak antara kaum wanita dan
pria dan seterusnya.
Mereka
melakukan perdebatan-perdebatan dengan orang-orang yang tidak menyetujui cara
pandang mereka terhadap agama, perdebatan panjang telah mereka lalui, mulai
dengan pihak Kristen, kaum Tua atau tradisional, kaum kebangsaan, Ahmadiyah
sampai pada komunis Ateis. Contoh kisah Mubahalah antara kaum Persis dengan
pihak Ahmadiyah Jakarta yang pernah menghebohkan, peristiwa tersebut didahului
dengan perdebatan sengit antara keduanya yang mengakibatkan banyak anggota
Ahmadiyah keluar dan sebagian lagi menjadi anggota Persis. Contoh lain misalnya
bagaimana A. Hassan menolak keras paham mengenai sampainya pahala bacaan Yasin
orang hidup kepada orang yang sudah mati.
Berdebat
dalam hal agama menurut A. Hassan bagaikan membebaskan katak dari kurungan
tempurung sehingga memberi kesempatan bagi manusia untuk memilah dan memilih
kebenaran sejati. Tindakan dan cara seperti ini memang banyak ditentang oleh
sejumlah orang terutama bagi mereka yang sama sekali tidak memiliki kemampuan
atau keberanian dalam berdebat, tetapi seperti yang diungkapkan oleh Moh.
Natsir bahwa beragama itu harus cerdas dan jelas, sebab antara yang hak dan
yang batil tidak bisa dicampur. Memang bagi orang yang kalah berdebat bisa saja
menjadikannya sebuah tamparan dimuka umum sehingga menjadikannya trauma, tetapi
bagaimanapun agama ini tidak boleh dipahami secara beku, kita harus berani kritis
dalam beragama.
Bid'ah
dalam agama bukan suatu perbedaan, bid'ah adalah penyimpangan dari Qur'an dan
Sunnah, membiarkan Bid'ah artinya kita memupuk perbuatan yang salah dan
kemunafikan.
A.
Hassan tahu benar bahwa pendiriannya yang terlalu keras dalam beragama
menimbulkan banyak orang benci dan memusuhinya. Tetapi disayang atau dibenci
buatnya adalah urusan orang lain. Dia tidak memperdulikan masalah itu. Baginya
musuh dalam tulisan tetapi tidak dengan orangnya. Dia selalu hormat kepada
setiap orang walaupun itu musuhnya sendiri. Bertamu kerumahnya pintu terbuka
lebar, apalagi orang itu datang dari jauh, diterimanya bahkan dilayaninya
sebaik-bainya. Dia sangat memuliakan tamu. Setiap surat yang datang dari
siapapaun pasti dibalasnya sehingga ia disebut juga singa dalam tulisan dan
domba dalam pergaulan.
A.
Hassan ahli dalam segala macam masalah agama, segala macam pertanyaan dapat
dijawabnya. Dia mempunyai buku catatan mengenal hampir semua masalah agama.
Setiap masalah disusun menurut abjad, dan dalam seuatu munazarah atau
perdebatan ia hanya membawa buku catatan tersebut.
Menurut
Buya Hamka, banyak buku karangan A. Hassan dalam bahasa Indonesia menyiarkan
paham Islam dengan dasar al-Qur'an dan Hadis, memerangi taklid atau ikut-ikutan
paham orang lain tanpa mengetahui dasarnya. Dia menganjurkan kebebasan
berpikir, menolak Bid'ah dan khurafat atau ajaran yang tidak masuk akal dan
membersihkan akidah dari pengaruh ajaran lainnya. A. Hassan juga sangat gigih
memberantas penyimpangan praktek keagamaan Islam yang berlebihan seperti
pendudukan posisi ulama yang lebih tinggi dari ajaran Rasul sampai-sampai
meskipun suatu pengajaran itu bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah namun
tetapi conding untuk taklid kepada ulama.
Keistimewaan
seorang A. Hassan adalah pada kekuatan hujjahnya atau dasar argumentasinya
serta keteguhan dalam mempertahankan pendirian yang beliau yakini kebenarannya.
A.
Hassan berpulang kerahmatullah pada hari Senin tanggal 10 November 1958,
meninggalkan banyak buku dan tulisan lainnya, dia mewariskan ilmu dan dia
pantas disebut sebagai gudang ilmu ulama Indonesia modern meskipun pendidikan
formalnya rendah. Selamat Jalan A. Hassan ... semoga Allah mengampuni semua
salah dan dosa yang telah kau lakukan dan memberikan ganjaran sesuai dengan apa
yang telah engkau perbuat untuk menegakkan kebenaran agama-Nya, bebas dari
semua khurafat, mitos dan bid'ah.
Demikianlah
kiranya sedikit biografi singkat dari A. Hassan Bandung yang nama besarnya
sekarang jarang disebut-sebut dan dikenal oleh umat Islam, semoga apa yang
sudah disampaikan ini bisa memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan bagi
kita semua
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...