Menu Bar 1

Friday, 21 July 2017

Sejarah Singka A. Hassan Guru Besar Persis

A. Hassan, lahir di Singapura pada tahun 1887 dari pasangan Hajjah Muznah yang asli Surabaya dan Ahmad Sinna Wappu Maricar yang masih merupakan keturunan ulama Mesir yang sekaligus berprofesi sebagai wartawan dan penerbit buku serta surat kabar berbahasa Tamil.
Pendidikan A. Hassan semasa kecil sebagian besar didapat dari ayahnya, diusia 7 tahun beliau mulai belajar al-Qur'an dan selama 4 tahun belajar disekolah Melayu (setingkat SD sekarang), selebihnya dia mempelajari bahasa Melayu, Tamil, Inggris dan Arab secara privat. Sejak usia 7 tahun itu juga A. Hassan sudah dididik belajar bekerja, entah sebagai buruh ditoko kain, agen distribusi es, vulkanisir ban mobil hingga guru bahasa Melayu, Inggris dan Arab.
Pada usia 34 tahun A. Hassan hijrah dari Singapura ke Bandung untuk memimpin pabrik tekstil milik pamannya. Disini ia berkenalan dengan tokoh-tokoh politik seperti H.O.S Tjokroaminoto, Sangaji, H. Agus Salim dan Wondomiseno. Surabaya saat itu sedang hangat-hangatnya pertentangan antara kaum tua dan kaum muda, kaum tradisionalis dan kaum pembaharu agama seperti perbedaan masalah usholli dan ucapan niat sebelum sholat yang dipertahankan pemakaiannya oleh kaum tua (tradisionalis).
A. Hassan sendiri dalam hal ini berada pada posisi kaum muda (pembaharu) yang menentang pelaksanaan kedua hal tadi karena menurutnya itu sama sekali tidak ada ajarannya dari Allah dan Rasul-Nya, semua itu adalah hasil penambahan baru dari para ulama yang tidai ada dasar dan contoh dari jaman kenabian.
Walaupun bukan sebagai pendirinya, tetapi nama A. Hassan sering di-identikkan dengan nama PERSIS (Persatuan Islam), yaitu suatu organisasi pembaharu keagamaan yang lahir pada tanggal 12 September 1923 di Bandung. Kelahiran Persis setidaknya merupakan jawaban dari sikap kolonial Belanda masa itu yang mencoba menerapkan unifikasi hukum, yaitu mematikan syariat Islam dan menampilkan hukum barat melalui pemberlakuan hukum adat sebagai perantara pengalihan. Dakwah Persis diambil langsung dari sumber al-Qur'an dan Hadis, karenanya pula Persis menolak bermazhab.
Dakwah Persis dimulai secara sembunyi-sembunyi karena adanya pengawasan yang ketat dari pihak Belanda, baru setelah Moh. Natsir pada tahun 1934 memintakan pengesahan organisasi tersebut pada kementerian kehakiman maka Persis memulai dakwah secara terbuka.
Moh. Natsir sendiri merupakan mantan ketua umum PP Persis dan salah satu murid kesayangan dari A. Hassan, ia yang paling menonjol dari semua murid-muridnya. Bersama Moh. Natsir dan Persis maka A. Hassan menerbitkan majalan Pembela Islam, gerakan dakwah Persis sempat memasuki arena politik setelah pada tahun 1930-an pemerintahan Belanda semakin keras melakukan tekanan pada kegiatan kaum pribumi sementara dalam waktu bersamaan kaum Salibis mulai melancarkan misi Kristenisasinya secara meluas.
Secara internal kebangsaan, Persis berhadapan dengan kelompok PNI yang dilakoni oleh mantan presiden Sokarno, perbedaan terjadi karena adanya perbedaan ideologi dari keduanya. Meski demikian Persis tidak menganggap PNI sebagai musuhnya, bahkan saat Soekarno dipenjara di Banceuy Bandung, orang-orang Persis merupakan yang pertama membesuknya.
Persis bukan organisasi pembaharuan agama yang pertama di Indonesia, sebelumnya sudah berdiri Muhammadiyah dikota Yogya, al-Irsyad di Jakarta serta Syarikat Dagang Islam, Syarikat Islam dan Perseryikatan Ulama. Namun karena masing-masing organisasi itu telah membatasi dirinya dibidang-bidang tertentu seperti Syarikat Dagang Islam menitik beratkan perhatiannya pada sektor Ekonomi yang membidani kelahiran Koperasi, Syarikat Islam dibidang politik dan Perseryikatan Ulama yang berdiri di Majalengka Jawa Barat pada keterampilan para santri dibidang usaha sementara Muhammadiyah sendiri sibuk dengan bidang sosial dan pendidikan, maka Persis berdiri untuk menjembatani semuanya dan menitik beratkan pada dakwah agama.
Tahun 1942 saat invasi Jepang ke Indonesia, Persis sudah mendirikan 6 masjid dengan anggota jemaahnya berjumlah 500-an orang. Jum'atan pertama Persis mendapat reaksi keras dari masyarakat. Soalnya ketika itu khutbah Jum'at biasa dan harus disampaikan dengan bahasa Arab, sedangkan Persis menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah sebagaimana lazimnya sekarang.
Persis juga yang pertama kali membuat tafsir al-Qur'an dari kiri kekanan, karena tafsirnya itu menggunakan huruf latin. Pada waktu itu orang beranggapan kafir bila memakai huruf latin disebelah huruf Arab. Barangkali saking bencinya kepada Belanda, huruf Latinpun dikafirkan. Sedangkan A. Hassan sendiri melalui Persisnya menganggap masalah huruf Latin hanyalah urusan duniawi. Pesantren Persis juga mempelopori gerakan pembaharuan internal, gurunya berdasi dan muridnya harus bersih dan necis tidak seperti kalangan Pesantren waktu itu yang masih menggunakan sarung dan tidak terlalu memperhatikan masalah pakaian.
A. Hassan melalui Persisnya melakukan dakwah secara frontal, beliau menganggap bahwa umat sudah menjadi jumud (beku) bahkan mundur karena telah menyimpang dari ajaran al-Qur'an dan hadis. Baginya Islam itu sesuai tuntutan jaman, Islam berarti kemajuan dan agama tidak menghambat malah menyetujuinya, mencari ilmu pengetahuan, perkembangan sains modern, persamaan hak antara kaum wanita dan pria dan seterusnya.
Mereka melakukan perdebatan-perdebatan dengan orang-orang yang tidak menyetujui cara pandang mereka terhadap agama, perdebatan panjang telah mereka lalui, mulai dengan pihak Kristen, kaum Tua atau tradisional, kaum kebangsaan, Ahmadiyah sampai pada komunis Ateis. Contoh kisah Mubahalah antara kaum Persis dengan pihak Ahmadiyah Jakarta yang pernah menghebohkan, peristiwa tersebut didahului dengan perdebatan sengit antara keduanya yang mengakibatkan banyak anggota Ahmadiyah keluar dan sebagian lagi menjadi anggota Persis. Contoh lain misalnya bagaimana A. Hassan menolak keras paham mengenai sampainya pahala bacaan Yasin orang hidup kepada orang yang sudah mati.
Berdebat dalam hal agama menurut A. Hassan bagaikan membebaskan katak dari kurungan tempurung sehingga memberi kesempatan bagi manusia untuk memilah dan memilih kebenaran sejati. Tindakan dan cara seperti ini memang banyak ditentang oleh sejumlah orang terutama bagi mereka yang sama sekali tidak memiliki kemampuan atau keberanian dalam berdebat, tetapi seperti yang diungkapkan oleh Moh. Natsir bahwa beragama itu harus cerdas dan jelas, sebab antara yang hak dan yang batil tidak bisa dicampur. Memang bagi orang yang kalah berdebat bisa saja menjadikannya sebuah tamparan dimuka umum sehingga menjadikannya trauma, tetapi bagaimanapun agama ini tidak boleh dipahami secara beku, kita harus berani kritis dalam beragama.
Bid'ah dalam agama bukan suatu perbedaan, bid'ah adalah penyimpangan dari Qur'an dan Sunnah, membiarkan Bid'ah artinya kita memupuk perbuatan yang salah dan kemunafikan.
A. Hassan tahu benar bahwa pendiriannya yang terlalu keras dalam beragama menimbulkan banyak orang benci dan memusuhinya. Tetapi disayang atau dibenci buatnya adalah urusan orang lain. Dia tidak memperdulikan masalah itu. Baginya musuh dalam tulisan tetapi tidak dengan orangnya. Dia selalu hormat kepada setiap orang walaupun itu musuhnya sendiri. Bertamu kerumahnya pintu terbuka lebar, apalagi orang itu datang dari jauh, diterimanya bahkan dilayaninya sebaik-bainya. Dia sangat memuliakan tamu. Setiap surat yang datang dari siapapaun pasti dibalasnya sehingga ia disebut juga singa dalam tulisan dan domba dalam pergaulan.
A. Hassan ahli dalam segala macam masalah agama, segala macam pertanyaan dapat dijawabnya. Dia mempunyai buku catatan mengenal hampir semua masalah agama. Setiap masalah disusun menurut abjad, dan dalam seuatu munazarah atau perdebatan ia hanya membawa buku catatan tersebut.
Menurut Buya Hamka, banyak buku karangan A. Hassan dalam bahasa Indonesia menyiarkan paham Islam dengan dasar al-Qur'an dan Hadis, memerangi taklid atau ikut-ikutan paham orang lain tanpa mengetahui dasarnya. Dia menganjurkan kebebasan berpikir, menolak Bid'ah dan khurafat atau ajaran yang tidak masuk akal dan membersihkan akidah dari pengaruh ajaran lainnya. A. Hassan juga sangat gigih memberantas penyimpangan praktek keagamaan Islam yang berlebihan seperti pendudukan posisi ulama yang lebih tinggi dari ajaran Rasul sampai-sampai meskipun suatu pengajaran itu bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah namun tetapi conding untuk taklid kepada ulama.
Keistimewaan seorang A. Hassan adalah pada kekuatan hujjahnya atau dasar argumentasinya serta keteguhan dalam mempertahankan pendirian yang beliau yakini kebenarannya.
A. Hassan berpulang kerahmatullah pada hari Senin tanggal 10 November 1958, meninggalkan banyak buku dan tulisan lainnya, dia mewariskan ilmu dan dia pantas disebut sebagai gudang ilmu ulama Indonesia modern meskipun pendidikan formalnya rendah. Selamat Jalan A. Hassan ... semoga Allah mengampuni semua salah dan dosa yang telah kau lakukan dan memberikan ganjaran sesuai dengan apa yang telah engkau perbuat untuk menegakkan kebenaran agama-Nya, bebas dari semua khurafat, mitos dan bid'ah.

Demikianlah kiranya sedikit biografi singkat dari A. Hassan Bandung yang nama besarnya sekarang jarang disebut-sebut dan dikenal oleh umat Islam, semoga apa yang sudah disampaikan ini bisa memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan bagi kita semua

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...