Seorang pemuda tiba di Baghdad dalam
perjalanannya menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Ia membawa seuntai kalung
senilai seribu dinar. Ia sudah berusaha keras untuk menjualnya, namun tidak
seorang pun yang mau membelinya. Akhirnya ia menemui seorang penjual minyak
wangi yang terkenal baik, kemudian menitipkan kalungnya. Selanjutnya ia
meneruskan perjalanannya.
Selesai menunaikan ibadah haji ia
mampir di Baghdad untuk mengambil kembali kalungnya. Sebagai ucapan terima
kasih ia membawa hadiah untuk penjual minyak wangi itu.
"Saya ingin mengambil kembali
kalung yang saya titipkan, dan ini sekedar hadiah buat Anda," katanya.
"Aku pemilik kalung yang dititipkan
pada Anda," jawabnya mengingatkan.
Tanpa banyak bicara, penjual minyak
wangi menendangnya dengan kasar, sehingga ia hampir jatuh terjerembab dari
teras kios, seraya berkata, "Sembarangan saja kamu menuduhku seperti
itu." Tidak lama kemudian orang-orang berdatangan mengerumuni pemuda yang
malang itu. Tanpa tahu persoalan yang sebenarnya, mereka ikut menyalahkannya
dan membela penjual minyak wangi.
"Baru kali ada yang berani
menuduh yang bukan-bukan kepada orang sebaik dia," kata mereka.
Laki-laki itu bingung. Ia mencoba
memberikan penjelasan yang sebenarnya. Tetapi mereka tidak mau mendengar,
bahkan mereka mencaci maki dan memukulinya sampai babak belur dan jatuh
pingsan.
Begitu siuman, ia melihat seorang
berada di dekatnya. "Sebaiknya kamu temui saja Sultan Buwaihi yang adil;
ceritakan masalahmu apa adanya. Saya yakin ia akan menolongmu," kata orang
yang baik itu.
Dengan langkah tertatih-tatih pemuda
malang ini menuju kediaman Sultan Buwaihi. Ia ingin meminta keadilan. Ia
menceritakan dengan jujur semua yang telah terjadi. "Baiklah, besok
pagi-pagi sekali pergilah kamu menemui penjual minyak wangi itu di tokonya.
Ajak ia bicara baik-baik. Jika ia tidak mau, duduk saja di depan tokonya
sepanjang hari dan jangan bicara apa-apa dengannya. Lakukan itu sampai tiga
hari. Sesudah itu aku akan menyusulmu. Sambut kedatanganku biasa-biasa saja.
Kamu tidak perlu memberi hormat padaku kecuali menjawab salam serta
pertanyaan-pertanyaanku," kata Sultan Buwaihi.
Pagi-pagi buta pemuda itu sudah tiba
di toko penjual minyak wangi. Ia minta izin ingin bicara, tetapi ditolak. Maka
seperti saran Sultan Buwaihi, ia lalu duduk di depan toko selama tiga hari, dan
tutup mulut. Pada hari keempat, Sultan
datang dengan rombongan pasukan cukup besar.
"Assalamu'alaikum," kata Sultan.
"Wa'alaikum salam," jawab pemuda
acuh tanpa gerak.
"Kawan, rupanya kamu sudah tiba
di Baghdad. Kenapa Anda tidak singgah di tempat kami? Kami pasti akan memenuhi
semua kebutuhan Anda," kata Sultan.
"Terima kasih," jawab pemuda itu
acuh, dan tetap tidak bergerak.
Saat Sultan terus menanyai pemuda ini,
rombongan pasukan yang berjumlah besar itu maju merangsak. Karena takut dan
gemetar melihatnya, si penjual minyak wangi jatuh pingsan. Begitu siuman,
keadaan di sekitarnya sudah lengang. Yang ada hanya sang pemuda, yang masih
tetap duduk tenang di depan toko. Penjual minyak wangi menghampirinya dan
berkata:
"Sialan! Kapan kamu titipkan
kalung itu kepadanya? Kamu bungkus dengan apa barang tersebut? Tolong bantu aku
mengingatnya." Si Pemuda tetap diam
saja. Ia seolah tidak mendengar semuanya.
Penjual minyak wangi sibuk
mondar-mandir kesana kemari mencarinya. Sewaktu ia mengangkat dan dan
membalikkan sebuah guci, tiba-tiba jatuh seuntai kalung. "Ini kalungnya.
Aku benar-benar lupa. Untung kamu mengingatkan aku," katanya.
[Sumber:
Akhbar Adzkiya, Ibn Al-Jauzi]
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...