Menu Bar 1

Friday, 26 March 2021

Dampak Perkebunan Kelapa Sawit dari Aspek Ekonomi dan Sosial Budaya

Dalam perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit memegang peran yang cukup strategis karena komoditas ini mempunyai prospek yang cukup cerah sebagai sumber devisa. Disamping itu minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng yang banyak dipakai diseluruh dunia, sehingga secara terus menerus mampu menjaga stabilitas harga minyak sawit. Komoditas ini mampu pula menciptakan kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat.


Pemerintah Indonesia dewasa ini telah bertekad untuk menjadikan komoditas kelapa sawit sebagai salah satu industri non migas yang handal. Bagi Pemerintah Daerah komoditas kelapa sawit memegang peran yang cukup penting sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) selain itu membuka peluang kerja yang besar bagi Masyarakat setempat yang berada disekitar lokasi perkebunan yang dengan sendirinya akan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat. Komoditas perkebunan yang dikembangkan di Kalimantan Tengah tercatat 14 jenis tanaman, dengan karet dan kelapa sebagai tanaman utama perkebunan rakyat, dan kelapa sawit sebagai komoditi utama perkebunan besar yang dikelola oleh pengusaha perkebunan baik sebagai Perkebunan Besar Swasta Nasional/Asing ataupun PIR-Bun (perusahaan inti rakyat perkebunan) dan KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya).

Pembangunan sebagai proses kegiatan yang berkelanjutan memiliki dampak yang luas bagi kehidupan Masyarakat. Dampak tersebut meliputi perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap ekosistem, yaitu terganggunya keseimbangan lingkungan alam dan kepunahan keanekaragaman hayati(biodiversity). Terhadap kehidupan Masyarakat, dapat membentuk pengetahuan dan pengalaman yang akan membangkitkan kesadaran bersama bahwa mereka adalah kelompok yang termaginalisasi dari suatu proses pembangunan atau kelompok yang disingkirkan dari akses politik, sehingga menimbulkan respon dari Masyarakat yang dapat dianggap mengganggu jalannya proses pembangunan.

Paradigma pembangunan pada era otonomi daerah memposisikan Masyarakat sebagai subjek pembangunan yang secara dinamik dan kreatif didorong untuk terlibat dalam proses pembangunan, sehingga terjadi perimbangan kekuasaan (power sharing) antara pemerintah dan Masyarakat. Dalam hal ini, kontrol dari Masyarakat terhadap kebijakan dan implementasi kebijakan menjadi sangat penting untuk mengendalikan hak pemerintah untuk mengatur kehidupan Masyarakat yang cenderung berpihak kepada pengusaha dengan anggapan bahwa kelompok pengusaha memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan nasional.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...