Diantara permasalahan di bulan
Ramadhan adalah adanya hadits-hadits Dha'if (lemah) yang sering
disebarkan atau diucapkan oleh penceramah tanpa menyebutkan kualitas hadits
tersebut, baik karena ketidaktahuan atau menganggapnya hadits yang shahih.
Untuk itu, perlu sedikit disini kita
mengetahui beberapa diantara hadits-hadits tersebut:
1. Hadits
1. Hadits
لَوْ يَعْلَمُ
اْلعِبَادُ مَا فِي رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتيِ أَنْ يَكُوْنَ رَمَضاَنُ
السَّنَةَ كُلَّهَا، إِنّ اْلجَنَّةَ لَتُزَيَّنُ لِرَمَضَانَ مِنْ رَأْسِ
اْلحَوْلِ إِلىَ اْلحَوْلِ ...
"Seandainya hamba-hamba tahu apa yang ada di bulan
Ramadhan pasti ummatku akan berangan-angan agar Ramadhan itu jadi satu tahun
seluruhnya, sesungguhnya Surga dihiasi untuk Ramadhan dari awal tahun kepada
tahun berikutnya...." hadits
ini panjang.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no. 1886) dan dinukil oleh Ibnul Jauzi dalam Kitabul Maudhu'at (Kitab tentang Hadits-hadits palsu, 2/188-189) dan Abu Ya'la di dalam Musnad-nya sebagaimana pada al-Muthalibul Aaliyah (Bab A-B/ manuskrip) dari jalan Jabir bin Burdah, dari Abi Mas'ud Al-Ghifari.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no. 1886) dan dinukil oleh Ibnul Jauzi dalam Kitabul Maudhu'at (Kitab tentang Hadits-hadits palsu, 2/188-189) dan Abu Ya'la di dalam Musnad-nya sebagaimana pada al-Muthalibul Aaliyah (Bab A-B/ manuskrip) dari jalan Jabir bin Burdah, dari Abi Mas'ud Al-Ghifari.
Hadits
ini Maudhu' (palsu), cacatnya pada Jabir bin Ayyub, riwayat hidupnya
dinukil Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan (2/101) dan (beliau) berkata:
"Terkenal dengan kelemahan (dha'if)" beliau juga menukil ucapan Abu
Nu'aim tentangnya: "Dia itu suka memalsukan hadits." Al-Bukhari juga
berkata, "Haditsnya tertolak", dan menurut an-Nasai, "matruk"
(ditinggalkan/tidak dipakai haditsnya)."!!
2. Hadits
"Wahai manusia sungguh telah datang pada kalian bulan yang agung, bulan yang di dalamnya ada malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah menjadikan puasanya sebagai kewajiban, dan shalat malamnya sebagai sunnat. Barangsiapa mendekatkan diri di dalamnya dengan suatu perkara kebaikan maka dia seperti orang yang menunaikan suatu kewajiban pada bulan lainnya.. dialah bulan yang awalnya itu rahmat, pertengahannya itu maghfirah/ampunan, dan akhirnya itu 'itqun minan naar/bebas dari neraka.." sampai selesai.
Dua
murid terpercaya Syeikh Al-Bani (wafat 2 Oktober 1999) yakni Syeikh Ali Hasan
dan Syeikh Al-Hilaly mengemukakan, hadits itu juga panjang dan dicukupkan
dengan membawakan perkataan ulama yang paling masyhur.
Menurut
murid ahli hadits ini, hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah juga,
(no. 1887), dan Al-Muhamili di dalam Amali-nya (no 293) dan Al-Ashbahani
di dalam At-Targhib (Q/178, B/ manuskrip) dari jalan Ali bin Zaid Jad'an dari
Sa'id bin Al-Musayyib dari Salman.
Hadits
ini, menurut dua murid ulama Hadits tersebut, sanadnya Dhaif (lemah)
karena lemahnya Ali bin Zaid.
Ibnu
Sa'ad berkata, "Di dalamnya ada kelemahan dan jangan berhujjah
dengannya," dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, "Tidak kuat".
Ibnu Ma'in berkata, "Dha'if." Ibnu Abi Khaitsamah berkata,
"Lemah di segala segi", dan Ibnu Khuzaimah berkata: "Jangan
berhujjah dengan hadits ini karena jelek hafalannya." demikianlah di dalam
Tahdzibut Tahdzib (7/322-323).
3. Hadits
صُوْمُوْا
تًصِحُّوْا
"Berpuasalah maka kamu sekalian
sehat."
Hadits tersebut merupakan potongan
dari hadits riwayat Ibnu Adi di dalam al-Kamil (7/2521) dari jalan
Nahsyal bin Said, dari ad-Dhahhak, dari Ibnu Abbas.
Nahsyal itu termasuk yang ditinggal
(tidak dipakai) karena dia pendusta, sedang Ad-Dhahhaak tidak mendengar dari
Ibnu Abbas.
Dan diriwayatkan oleh at-Thabrani di
dalam al-Ausath (1/Q, 69/ al-Majma'ul Bahrain) dan Abu Na'im di
dalam ath-Thibbun Nabawi, dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Daud,
dari Zuhai bin Muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih, dari Abi Hurairah.
Sanadnya Dha'if (lemah). (Berpuasa menurut Sunnah Rasulullah SAW,
hal. 84).
Peringatan bagi orang yang
meninggalkan puasa tanpa alasan dibawakan oleh Abu Umamah Al Bahili, ia
berkata, Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ketika
aku sedang tidur tiba-tiba ada dua orang yang datang dan memegang pangkal
lenganku dan membawaku ke sebuah gunung yang tinggi seraya berkata:
"naiklah!" aku berkata: "aku tidak bisa", keduanya berkata
lagi: "kami akan memberi kemudahan kepadamu", lalu akupun naik sampai
ke pertengahan, tiba-tiba terdengar suara keras. Aku bertanya: "Suara apa
itu?" Mereka menjawab: "Itu suara teriakan penghuni Neraka"
Kemudian mereka membawaku mendaki lagi, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang
yang digantung dengan urat belakang mereka, dari pinggiran mulutnya
mengeluarkan darah. Aku bertanya: "Siapakah mereka?" Dijawab:
"Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa (pada) bulan Ramadhan
sebelum tiba waktunya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim, Shalat Tarawih )
"Mereka sedikit sekali tidur di
waktu malam dan di akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." (Adz-Dzariyat: 17-18).
4. Hadits
الصَّائِمُ فِي
عِبَادَةٍ وَإِنْ كَانَ رَاقِدًا عَلَى فِرَاشِهِ
Hadits ini sering kali Hadits ini sering kali kita dengar, paling tidak, maknanya bahwa ada yang mengatakan tidurnya orang yang berpuasa itu adalah ibadah sehingga kemudian ini dijadikan alasan untuk menghabiskan waktu dengan tidur saja. Bahkan barangkali karenanya, shalat lima waktu ada yang bolong padahal kualitas hadits ini adalah DHO’IF( lemah(
Hadits
tersebut disebutkan oleh Imam as-Suyuthiy di dalam kitabnya “al-Jami’ ash-Shaghir”, riwayat ad-Dailamy
di dalam Musnad al-Firdaus dari
Anas. Imam al-Manawy memberikan komentar dengan ucapannya,
“Di dalamnya terdapat periwayat bernama Muhammad bin Ahmad bin Sahl, Imam adz- Dzahaby berkata di dalam kitabnya adh-Dhu’afa, ‘Ibnu
‘Ady berkata, ‘(dia) termasuk orang yang suka memalsukan
hadits.”
Menurut Syaikh al-Albany, hadits ini ada pada riwayat yang lain tanpa periwayat tersebut sehingga dengan demikian, hadits ini bisa terselamatkan dari status Maudlu’, tetapi tetap DHO’IF.
Menurut Syaikh al-Albany, hadits ini ada pada riwayat yang lain tanpa periwayat tersebut sehingga dengan demikian, hadits ini bisa terselamatkan dari status Maudlu’, tetapi tetap DHO’IF.
Syaikh
al-Albany juga menyebutkan bahwa Abdullah bin
Ahmad di dalam kitabnya Zawa-`id az-Zuhd, hal. 303 meriwayatkan hadits
tersebut dari ucapan Abi al-‘Aliyah secara mauquf dengan tambahan: ما لم يغتب (selama dia tidak menggunjing/ghibah). Dan sanad yang satu ini adalah
Shahih, barangkali inilah asal hadits. Ia Mauquf (yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh Shahabat atau
Tabi’in) lantas sebagian periwayat yang lemah
keliru dengan menjadikannya Marfu’ (hadits yang sampai kepada Rasulullah). Wallahu a’lam. (Silsilah al-Ahadits adl-Dlo’ifah
wa al-Maudlu’ah, jld.II, karya Syaikh
al-Albany, no. 653, hal. 106.
Semoga
dengan penjelasan ini kita lebih berhati-hati di dalam menyaring
hadits yang berkembang dan beredar di sekitar kita, dengan menyikapinya
secara kritis dan bertanya tentang kualitasnya bilamana ragu untuk mengamalkannya.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...