Menu Bar 1

Monday, 6 March 2017

Makalah Ritual dan Institusi Islam

PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya semua agama tentulah memiliki suatu ajaran yang terkait dengan hal-hal yang bersifat sakral, sehingga muncullah istilah “Ritual” yang merupakan sebuah tindakan yang dapat memepererat hubungan antara pelaku dengan obyek yang dianggap suci. Akan tetapi dalam pengimplementasinya tidak sedikit yang dinilai masih kurang, apakah hal ini disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan tentang arti dan definisi ritual yang sebenarnya, atau adanya penyebab lain yang dapat memunculkan sosok individu yang selalu ingin tampil instan tanpa mempedulikan dan mempraktekkan ritual yang menjadi sarana pokok untuk memperkokoh hubungan pelaku dengan obJek yang dianggap dalam agamanya.
Sebagai warga negara yang percaya dan menganut suatu agama tentulah kiranya kita harus mengetahui dan mempelajari tentang hal-hal yang terkait dengan masalah agama itu sendiri, seperti Ritual dan Institusi Islam. Sehingga dengan demikian diharapkan tidak adanya lagi fenomena-fenomena yang sudah menjamur seperti Islam KTP dan lain sebagainya. Dalam makalah ini, penulis ingin menjelaskan sedikit tentang apa itu Ritual dan Institusi Islam, dengan harapan dapat memberi kemanfaatan bagi kita semua, Amin.
1.2    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1.      Bagaimanakah ritual dalam perspektif sosiologi ?
2.      Apa yang dimaksud dengan ritual islam ?
3.      Apa pengertian dari institusi ?
4.      Apa saja fungsi dan unsur-unsur institusi ?
5.      Bagaimanakah institusi dalam islam ?
1.3    Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1.    Mengetahui ritual dalam perspektif sosiologi.
2.    Mengetahui pengertian ritual islam dari berbagai macam perspektif.
3.    Mengetahui pengertian dari institusi.
4.    Mengetahui fungsi dan unsur-unsur institusi.
5.    Mengetahui institusi dalam islam.

1.4    Batasan Masalah
Adapun mengenai batasan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini meliputi ritual dalam perspektif sosiologi, pengertian ritual islam dari berbagai macam perspektif, pengertian dari institusi, fungsi dan unsur-unsur institusi, serta institusi dalam islam.
1.5    Metode Pengumpulan Data
Adapun metode yang penulis gunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan metode akses di internet serta telaah kepustakaan dengan menggunakan buku perpustakaan sebagai bahan referensi. Dimana penulis mencari literatur yang berkaitan dengan makalah yang penulis buat, dan kemudian penulis menyimpulkan dalam bentuk makalah. 

PEMBAHASAN
2.1 Ritual dalam Perspektif Sosiologi
Semua agama mengenal ritual, karena setiap agama memiliki ajaran tentang hal yang sakral. Salah satu tujuan pelaksanaan ritual adalah pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Ritual merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci, dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental. (Djamari, 1993: 35).[1][1]
Hampir semua masyarakat yang melakukan ritual keagamaan dilator belakangi oleh kepercayaan. Adanya kepercayaan pada yang sakral, menimbulkan ritual. Karena itu, ritual didefinisikan sebagai perilaku yang diatur secara ketat, dilakukan sesuai dengan ketentuan, yang berbeda dengan perilaku sehari-hari, baik cara melakukannya maupun maknanya. Apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan, ritual diyakini akan mendatangkan keberkahan, karena percaya akan hadirnya sesuatu yang sakral. Sedangkan perilaku profane dilakukan secara bebas. (Djamari, 1993:36).
Dalam analisis Djamari (1993:36), ritual ditinjau dari dua segi tujuan (makna) dan cara. Dari segi tujuan, ada ritual yang tujuannya bersyukur kepada Tuhan; ada ritual yang tujuannya mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat; dan ada yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan. Dari segi cara, ritual dapat dibedakan menjadi dua; individual dan kolektif. Sebagian ritual dilakukan secara perorangan, bahkan ada yang dilakukan dengan mengisolasi diri dari keramaian, seperti meditasi, betapa, dan yoga. Ada pun ritual yang dilakukan secara kolektif (umum), seperti khotbah, salat berjamaah, dan haji.
George Homans (Djamari, 1993:38) menunjukkan hubungan antara ritual dan kecemasan. Menurut Homans, ritual berawal dari kecemasan. Dari segi tingkatannya, ia membagi kecemasan menjadi: kecemasan yang bersifat “sangat”, yang ia sebut kecemasan primer; dan kecemasan yang biasa, yang ia sebut kecemasan sekunder.[2][2]
Dr. Ali Shariati dalam "The Visage of Muhammed” dan diterjemahkan oleh Ir. Ibnu Muhammad dengan judul "Islam dalam Perspektif Sosiologi Agama", mengatakan bahwa proses dialektikal kecenderungan budaya atau keagamaan masyarakat dunia dari zaman ke zaman yang secara berturutan melahirkan "nabi-nabi" yang mengajarkan "agama-agama" sesuai dengan tuntutan zamannya yang selalu menghendaki adanya keseimbangan.
Menurut Shariati, suatu masyarakat sebagaimana suatu objek, akibat berbagai faktor dan kondisi bisa menyimpang dari posisi keseimbangannya menuju, misalnya spritualisme dan kesalehan ekstrim dan kecenderungan kepada keakhiratan, atau menuju kepada kebalikannya yaitu materialisme atau korupsi ekstrim dan kecenderungan kepada keduniawian. Selalu pada tahap ini suatu agama besar tampil, dan arah tendensi masyarakat umum tampak sangat jelas.
Saat situasi ekstrim terjadi, maka muncullah seorang nabi dan dengan kekuatan agamanya menerapkan suatu gaya yang berlawanan dengan ekstrim tersebut, sehingga perluasan agama ini dan penyebarannya dalam masyarakat menyebabkan terjadinya equilibrium terhadap arah penyimpangannya, dan pada tahap ini misi keagamaan secara logis telah berakhir, tetapi kita tidak pernah mendapati adanya para pengikut agama tersebut mengumumkan akhir dari misi keagamaannya. Akibat dari agama yang terus menerus melancarkan kekuatannya ke dalam masyarakat dengan arah yang sama, dan mencapai pada tahapan di mana agama secara paksa menjadi kekuatan negatif dan menyimpangkan sehingga menjadi ketersebaban penyimpangan ke arah yang lain (ekstrim), sehingga masyarakat menjadi teralienasi atas semuanya dan mendekati kematiannya, tiba-tiba saja terbangkitkan seorang nabi yang lain melawan kekuatan agama yang lama. Kekuatan ini dilancarkan begitu hebat dan memaksa penyimpangan/ekstrim yang terdahulu untuk mencapai suatu equilibrium yang baru, hal ini berlaku secara terus-menerus di dalam masyarakat dan ini bisa terlihat pada agama-agama masa lalu.[3][3]

2.2 Ritual Islam
Secara umum, ritual dalam islam dapat dibedakan menjadi dua ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam Al-Quran dan Sunnah; dan ritual yang tidak memiliki dalil, baik dalam Al-Quran maupun dalam Sunnah. Salah satu contoh ritual bentuk pertama adalah salat. Allah berfirman dalam surat al-isra ayat 78 yang berbunyi.
مَشْهُودًا كَانَ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ أَقِمِ
Artinya :“Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) subuh. Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).”
Sedangkan contoh ritual kedua adalah marhabaan, peringatan hari (bulan) kelahiran Nabi Muhammad Saw (muludan ,Sunda), dan tahlil yang dilakukan keluarga salah satu anggota keluarganya menunaikan ibadah haji.
Selain perbedaan tersebut, ritual dalam islam dapat ditinjau dari sudut tingkatan. Dari segi ini, ritual dalam islam dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu primer, sekunder, dan tertier.
1.    Ritual islam primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat islam.Umpamanya, salat wajib lima waktu dalam sehari semalam. Kewajiban ini disepakati oleh ulama karena berdasarkan ayat Al-Quran dan hadist Nabi Muhammad Saw.
2.    Ritual islam sekunder adalah ibadah salat sunah, umpamanya bacaan dalam rukuk  dan sujud, salat berjamaah, salat tahajud dan salat duha.
3.    Ritual islam tertier adalah ritual yang berupa anjuran dan tidak sampai pada   derajat sunah. Umpamanya, dalam hadis yang  diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i dan Ibnu Hibban yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda,”Orang yang membaca ayat kursiy setelah salat wajib, tidak aka nada yang mengahalanginya untuk masuk surga.”[4][4]

Ritual sudut mukalaf dapat dibedakan menjadi 2 :
1.    Ritual yang diwajibkan kepada setiap orang.
2.    Ritual yang diwajibkan kepadab setiap individu tetapi pelaksanaannya   dapat diwakili oleh sebagian orang.

Ritual dari segi tujuan dibedakan menjadi 2 :
1.    Ritual yang bertujuan mendapatkan rida Allah semata dan balasan yang ingin dicapai adalah kebahagiaan ukhrawi.
2.    Ritual yang bertujuan mendapatkan balasan di dunia.
Dengan meminjam pembagian ritual menurut sosiolog (yang dalam tulisan ini diambil dari Homans), ritual dalam islam juga dapat dibagi  menjadi 2 yaitu ritual primer dan sekunder. Ritual primer adalah ritual yang merupakan kewajiban sebagai pemeluk islam. Contohnya , kewajiban melaksanakan salat Jumat bagi Muslim laki-laki. Di sebagian masyarakat Indonesia,  terdapat kebiasaan salat i’adah, yaitu salat zuhur yang dilakukan secara berjamaah setelah salat Jumat. Dalam kasus itu, salat Jumat berkedudukan sebagai ritual primer, dan salat zuhur sesudah Jumat berkedudukan sebagai ritual sekunder.[5][5]

2.3  Institusi
Apabila kita membuaka kamus besar bahasa Indonesia, kita akan menjumpai beberapa arti tentang lembaga. Arti pertama adalah asal sesuatu; kedua, acuan : sesuatu ytang memberi bentuk kepada yang lain; ketiga, badan atau organisasi yang bertujuan melakukan sesuatu pnelitian keilmuan atau melakukan suatu usaha.[6][6]
Dalam bahasa Inggris dijumpai dua istiiah yang mengacu kepada pengertian institusi (Iembaga), yaitu institute dan institution. Istilah pertama menekankan kepada pengertian institusi sebagai sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan istilah kedua menekankan pada pengertian institusi sebagai suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan.
Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan pengalihbahasaan dari istilah Inggris, social institution. Pengertian-pengertian social instiuction yang lain yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, (1987: 179) adalah sebagai berikut :
1.    Howard Becker mengartikan  social institution dari sudut fungsinya. Menurutnya, ia merupakan jaringan dari proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi meraih dan memelihara kebutuhan hidup mereka.
2.    Sumner melihat social institution dari sisi kebudayaan. Menurut dia, sosial institution ialah perbuatan, cita-cita, sikap, dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sifat kekal yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masvarakat.
3.    Menurut Robert Mac Iver dan Charles H. Page, social institution ialah tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan.

Norma-norma yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, berubah sesuai dengan keperluan dan kebutuhan masyarakat. Maka lahirlah, umpamanya, kelompok norma kekerabatan yang menimbulkan institusi keluarga dan institusi perkawinan. Kelompok norma pendidikan yang melahirkan institusi pendidikan. Kelompok norma hukum melahirkan institusi hukum, seperti peradilan. Dan kelompok norma agama yang melahirkan institusi keagamaan.
Dilihat dari daya yang mengikatnya, secara sosiologis norma-norma tersebut dapat dibedakan menjadi empat macam; pertama, tingkatan cara (usage); kedua, kebiasaan (folkways); ketiga, tata kelauan (mores) dan keempat, adat istiadat (custom).[7][7]

2.4 Fungsi dan Unsur-Unsur Institusi
Fungsi institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut :
1.    Memberikan pedoman  kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian social berdasarkan sistem tertentu, yaitu system pengawasan tingkah laku.
2.    Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat.
3.    Memberikan dorongan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka.

Menurut Mac Iver dan Charles H. Page, dalam bukunya yang berjudul Society: an Introductory Analysis yang ditulis dan disadur oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi elemen institusi itu ada tiga: pertama, association; kedua, characteristic institutions; dan ketiga, special interest.[8][8]
1.    Association merupakan wujud kongkret dari institusi. Ia bukan sistem nilai tetapi  merupakan bangunan dari sistem nilai. Ia adalah kelompok kemasyarakatan. Sebagai contoh, institut atau uniiversitas merupakan institusi kemasyarakatan, sedangkan Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah , Universitas Airlangga adalah association.
2.    Characteristic Institution adalah system nilai atau norma tertentu yang dipergunakan oleh suatu association. Ia dijadikan sebagai landasan dan tolak ukur berprilaku oleh masyarakat asosiasi yang bersngkutan. Tata prilaku dalam Characteristic Institution mempunyai daya ikat yang kuat dan sanksi yang jelas bagi setiap jenis pelanggaran.
3.    Special interest adalah kebutuhan atau tujuan tertentu, baik kebutuhan yang bersifat pribadi maupun asosiasi

Unsur-unsur suatu lembaga sosial adalah ia memiliki nilai dan norma yang dijadikan pedoman untuk hidup sesuai dengan kesepakatan bersama, kemudian pola perilaku dan sistem hubungan, yakni suatu jaringan peran dan status yang menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku sesuai dengan prosedur umum yang berlaku. Sedangkan fungsi dari lembaga sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan untuk menjaga keutuhan masyarakat, serta sebagai pedoman untuk bertingkah laku.  
Terbentuknya lembaga sosial bermula dari kebutuhan masyarakat akan keteraturan kehidupan bersama. Sebagaimana diungkapkan oleh Soerjono Soekanto lembaga sosial tumbuh karena manusia dalam hidupnya memerlukan keteraturan. Untuk mendapatkan keteraturan hidup bersama dirumuskan norma-norma dalam masyarakat sebagai paduan bertingkah laku.[9][9]

2.5  Institusi Islam
Sistem norma dalam agama islam bersumber dari firman Allah SWT dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Ia merupakan pedoman bertingkah laku masyarakat muslim agar mereka memperoleh kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat.
Daya ikat norma dalam islam tercermin dalam lima bentuk yaitu :
1)  Mubah adalah tidak mempunyai daya ikat sehingga tidak mendapatkan sangsi  bagi pelakunya
2)  Mandub adalah sesorang yang mengerjakannya akan memperoleh pahala.
3)  Wujud adalah perilaku yang harus dilakukan sehingga seseorang yang mengerjakan perilaku wujud akan mendapat pahala sedangkan yang melanggar akaan mendapat sanksi.
4)  Makruh adalah tingkat norma yang memberikan saksi kepada yang melanggarnya; dan yang tidak melanggarnya tidak diberi pahala.
5)  Adapun haram adalah norma yang memberikan sanksi yang sangat berat kepada pelanggar.[10][10]

Institusi adalah sistem nilai dan norma. Adapun norma islam terdapat dalam 4 aspek :
1)  Norma akidah tercermin dalam rukun iman dan rukun islam.
2)  Norma ibadah dalam shalat, zakat, puasa haji dan umrah.
3)  Norma muammalah dalam kehartaan dan pemanfaatannya, jual beli, sewa-menyewa dan upah, utang piutang, agunan, pemberian waqaf, wasiat serta sistem kerja sama dalam islam.
4)  Norma akhlak tercermin dalam akhlak terhadap Allah dan sesama manusiadan mahkluk.[11][11]

Norma-norma tersebut kemudian melahirkan kelompok-kelompok asosiasi tertentu yang merupakan wujud konkret dari norma. Hal itu dilakukan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka agar bisa hidup tenteram dan bahagia dunia akhirat, karena institusi islam adalah sistem norma yang berdasarkan ajaran islam dan diadakan untuk kebutuhan imat islam.

Contoh institusi islam yang ada di Indonesia :
1)  Institusi perkawinan diasosiasikan melalui KUA dan peradilan agama.
2)  Institusi pendidikan diasosiakan dalam bentuk pesantren dan madrasah .
3)  Institusi ekonomi diasosiasikan menjadi bank muammalah di Indonesia dan BMT.
4)  Institusi zakat diasosiasikan menjadi BAZIS.
5)  Institusi dakwah diasosiasikan menjadi LDK.
6)  Institusi islam utama lainnya yang memiliki peran ekonomi dan social yang penting adalah waqf, yang berarti proses penyerahan sejumlah uang atau aset.Al-waqf tetap menjadi institusi religius penting bagi kelangsungan tujuan-tujuan religius dan amal kemanusiaan dalam kemasyarakatan islam.[12][12]
7)    Institusi politik utamanya islam tidak pernah memisahkan agama dari politik seperti injil yang menyebutkan pembagian antara kerajaan Tuhan dan Kaisar. Nabi saw. Sendiri adalah berperan, baik sebagai pemimpin religius maupun politis bagi komunitas islam pertama.[13][13]

Selain itu di era modern juga terdapat institusi politik yang diasosiasikan menjadi parpol yang berasas islam seperti PBB, PPP, dan PUI.
Semua itu bertujuan memenuhi segala kebutuhan masyarakat muslim baik fisik maupun non fisik.[14][14]
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
       Berdasarkan pembahasan di atas mengenai ritual dan institusi islam  dapat disimpulkan bahwa :
1)    Ritual merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci; dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental.
2)    Dari segi tujuan, ada ritual yang tujuannya bersyukur kepada Tuhan; ada ritual yang tujuannya mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat; dan ada yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan. Dari segi cara, ritual dapat dibedakan menjadi dua; individual dan kolektif.
3)    Secara umum, ritual dalam islam dapat dibedakan menjadi dua ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam Al-Quran dan Sunnah; dan ritual yang tidak memiliki dalil, baik dalam Al-Quran maupun dalam Sunnah.
4)    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia institusi adalah asal sesuatu; kedua, acuan : sesuatu ytang memberi bentuk kepada yang lain; ketiga, badan atau organisasi yang bertujuan melakukan sesuatu pnelitian keilmuan atau melakukan suatu usaha.
5)    Fungsi institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut :
a.    Memberikan pedoman  kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian social berdasarkan sistem tertentu, yaitu system pengawasan tingkah laku.
b.    Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat.
c.    Memberikan dorongan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka
6)  Institusi islam adalah sistem norma yang berdasarkan ajaran islam dan diadakan untuk kebutuhan imat islam.

3.1    Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, untuk penulisan makalah berikutnya.
  
DAFTAR PUSTAKA

 Ali, Muhammad Daud. 1995. Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Hakim, Atang Abdul.,Jaih Mubarok. 2009. Metodologi Studi Islam. PT Remaja Rosdakarya : Bandung.
http://irineriskyana.blog.fisip.uns.ac.id/2011/06/09/lembaga-sosial/( dikutip pada Paul B. Horton n Chester L. Hunt. Sosiologi.1999. Erlangga : Jakarta).  Di akses tanggal 11 Maret 2014
Nasr, Sayyed Hossein. 2003. Islam: Agama, Sejarah dan peradaban. Risalah Gusti: Surabaya.
Syarifuddin, Amir. 2010. Garis-Garis Besar Fiqh. Kencana Pranada Media Group : Jakarta.



[1][1] Atang ABD. Hakim- Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h. 125-127
[2][2] Ibid.h,125-127.
[3][3]Dienul islam dalam perspektif sosiologi http://indexilmu.blogspot.com/2009/05/dienul-islam-dalam-perspektif-sosiologi.html, diakses pada 11 maret 2014
[4][4] Ibnu Hajar al-‘Asqalani,bulugh al-maram min adillah al-ahkam, (Jedah : al-Haramain,t.th.)h.75
[5][5] Atang ABD. Hakim- Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h. 129-130
[6][6]Muhammad Daud Ali, Lemga-Lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.1

[7][7] Atang ABD. Hakim- Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h.130-132.
[8][8] Selo Soemardjan, Soelaemon Soemardi di dalam buku (Atang ABD. Hakim- Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam ) 1964, h.78
[9][9] http://irineriskyana.blog.fisip.uns.ac.id/2011/06/09/lembaga-sosial/( dikutip pada Paul B. Horton n Chester L. Hunt. Sosiologi.1999. Erlangga : Jakarta) diakses pada 11 Maret 2014.
[10][10] Atang ABD. Hakim- Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h. 135.
[11][11] Amir syarifuddin, Garis-garis besar fiqih, Jakarta: kencana 2010,h.17-239.
[12][12] Atang ABD. Hakim- Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h. 135.
[13][13] Seyyed Hossein Nasr, Islam: agama, sejarah dan peradaban, Surabaya : Risalah Gusti,2003,h.125-128
[14][14] Atang ABD. Hakim- Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h. 136.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...