BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dunia Islam saat ini
memiliki dua tantangan: tantangan dari dalam diri sendiri (internal) dan tantangan yang
datang dari luar (eksternal). Namun mengatasi tantangan internal lebih krusial,
karena kita kalah sebetulnya bukan karena musuh kuat, tetapi karena kita lemah.
Meskipun musuh kita kuat (dan amat wajar jika musuh senantiasa berusaha
menguatkan dirinya), namun jika
kita lebih kuat niscaya kita tidak akan bisa dikalahkan. Jadi, problem terbesar umat ini adalah mengatasi tantangan yang ada dalam dirinya sendiri. Setiap negara di muka bumi ini pasti dipengaruhi secara kuat oleh kekuatan global, atau lebih tepatnya konspirasi global tidak terkecuali dunia Islam. Yang menjadi masalah adalah bahwa kekuatan global saat ini tidak berada di tangan kita dan yang lebih parah lagi adalah ketika kekuatan global yang ada saat ini memaksakan program “globalisasi” ke dunia Islam. Program ini tidak lain tujuannya adalah untuk semakin menggencet, menekan, dan melemahkan dunia Islam.
kita lebih kuat niscaya kita tidak akan bisa dikalahkan. Jadi, problem terbesar umat ini adalah mengatasi tantangan yang ada dalam dirinya sendiri. Setiap negara di muka bumi ini pasti dipengaruhi secara kuat oleh kekuatan global, atau lebih tepatnya konspirasi global tidak terkecuali dunia Islam. Yang menjadi masalah adalah bahwa kekuatan global saat ini tidak berada di tangan kita dan yang lebih parah lagi adalah ketika kekuatan global yang ada saat ini memaksakan program “globalisasi” ke dunia Islam. Program ini tidak lain tujuannya adalah untuk semakin menggencet, menekan, dan melemahkan dunia Islam.
Islam yang diturunkan Allah kepada Rasulullah SAW
mempunyai peran strategis untuk menaburkan rahmat di seluruh alam ini (Q.S.
al-Anbiya’/21:107). Peran strategis Islam itu dibarengi dengan titah-Nya kepada
kelompok orang beriman untuk menjadi pihak yang memimpin dan memakmurkan dunia
(Q.S. al-Baqarah/2:30) sekaligus sebagai umat terbaik (Q.S. Ali Imran/3: 110).
Umat terbaik saja tidak cukup untuk membuat Islam berperan sentral dalam
kehidupan dunia ini, maka Allah juga memerintahkan kepada umat terbaik itu
untuk senantiasa berjuang tiada henti menancapkan pilar-pilar kebenaran Islam
yang berlaku universal (Q.S. al-Baqarah/2: 218; Ali Imran/3:142;
al-Maidah/5:35; al-Anfal/8: 72; at-Taubah/9: 41, 86; al-Hajj/22: 78).
Akan tetapi, jika dilihat dari perspektif historis
umat Islam, sungguh sangat memprihatinkan. Jumlah pemeluk yang cukup besar, tidak
dibarengai dengan peran yang signifikan dalam menentukan arah peradaban dunia.
Bandingkan dengan jumlah Yahudi yang konon hanya sekitar 50 juta-an di seluruh
muka bumi ini, tetapi kemajuan ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan tidak ada
bandingannya dengan negeri Muslim di manapun.
B.
Rumusan masalah
1. Apa pengertian Islam dan
Radikalisme Fundamentalisme Agama
2. Apa yang dimaksud dengan Islam
dan Pluralisme
3. Apa yang dimaksud dengan Islam
dan Terorisme
C. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun
tujuan penulisan makalah adalah :
1.
Untuk
mengetahui apa itu Islam dan radikalisme Fundamentalisme Agama
2.
Untuk
mengetahui apa itu Islam dan Pluralisme
3.
Untuk
mengetahui apa itu Islam dan terorisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Islam dan dunia kontenporer
Dunia
kontemporer Islam atau dunia pembaruan Islam adalah upaya-upaya untuk
menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Meskipun islam datang dan
berkembang di indonesia lebih dari lima abad , pemahaman dan penghayatan
keagamaan masih cenderung sinkretik yaitu tarik menarik dengan nilai-nilai
luhur islam dan budaya lokal. Meskipun banyak mendapat kritikan dari banyak
pihak Clifford Geertz dipandang telah berhasil mengkategorikan islam di
indonesia dalam bukunya yang sering dirujuk para penulis sesudahnya, yaitu The
Religion of Java. Kategori yang banyak dikritik peneliti adalah priyayi,
santri, dan abangan. Kategorisasi tersebut dipandang keliru karena patokan yang
digunakan tidak konsisten. Priyayi tidaklah sama dengan kategori santri dan
abangan. Priyayi adalah kelas sosial yang lawanya adalah wong cilik. Oleh
karena itu baik dalam golongan santri maupun dalam golongan abangan terhadap
priyayi(elite) maupun wong cilik. Kritik tersebut antara lain dikemukakan oleh
Zaini Muchtarom dalam karyanya , santri dan abangan di jawa. Di indonesia
terdapat dua penelitian yang dilakukan secara mendalam yang menjelaskan
hubungan tradisi lokal dengan islam.[1]
B. Islam
dan Radikalisme Fundamentalisme Agama
Dalam
bahsa arab, istilah radikalisme itu biasa disebut tathorruf, menjadi
muthothorrifin. Kemudian juga diartikan dengan istilah terror atau menciptakan
bencana-bencana. Radikal dalam bahasa Indonesia
berarti amat keras menuntut perubahan. Sementara itu, radikalisme adalah paham
yang menginginkan perubahan sosial dan politik dengan cara drastis dan
kekerasan. Dalam perkembangannya, radikalisme
diartikan sebagai faham yang menginginkan perubahan besar. Munculnya paham radikalisme
dalam agama Islam di sebabkan oleh: petama,
factor pengertian seseorang terhadap Islam dan penyalahgunaan Islam untuk
perorangan. Pengertian ini biasanya lahir karena ekslusivisme Islam. Mereka
hanya membenarkan kelompoknya sendiri, tidak bisa memegang teguh pendirian, dan
tidak dapat memahami kelompok lain dalam islam. Sehingga ia merasa mewakili
Islam dan Islam adalah dia. Kalau bukan dia tidak seberapa Islamnya.
Istilah
fundamentalisme islam membangkitkan banyak imej
seperti revolusi iran serangan gedung wpc, dan pentagon pada 11
september , Ayatollah Khomeini, Osama bin Laden al-Qaeda dan pelaku bom bunuh
diri. Bagi kebanyakan, istilah ini disamakan dengan radikalisme, ekstemisme
agama dan terorisme. Istilah fundamentalis dipakai untuk sepektrum yang luas
dari gerakan islam dan aktor pada ahirnya mencangkup mereka yang hanya ingin
memperkenalkan kembali atau memulihkan pandangan murni dan pandangan dari masa
lalu yang membela reformasi moderen yang berakar pada prinsip nilai-nilai
islam.
Fundamentalisme
islam atau islam politik berakar pada kebangkitan agama kontenporer, yang
dimulai pada akhir 1960an yang telah mempengaruhi kehidupan publik dan pribadi
muslim. Di satu sisi, banyak muslim menjadi taat secara agama, menunjukan
peningatan pemerhatian pada sholat, puasa, pakaian dan nilai-nilai keluarga
juga memperbaharui minat dalam mistisisme islam atau sufisme. Di sisi lain,
islam muncul kembali dalam kehidupan publik sebagai alternatif ideologi politik
dan sosial pada nasionalisme sekunder, kapitalisme barat, yang dipercaya telah
gagal membantu mayoritas muslim melepaskan diri dari kemiskinan, pengaguran,
dan tekanan politik.
Pada
beberapa tahun yang lalu juga telah menjadi saksi dari munculnya letupan besar
pada peta perpolitikan islam, yang dapat dilihat disaeluruh bagian kawasan
islam, diantaranya revolusi islam iran pada tahun 1979, kebangkitan aktivisme
islam di lebanon, dan dikalangan rakyat palestina; proses eskalasi kekuan partai-partai islam di
pakistan, dan indonesia. Berkaitan erat dengan kesalah pahaman tentang
gerakan-gerakan ini, oleh kalangan barat mereka justru sama-sama di kategorikan
dengan nama ‘’fundamentalisme’’.
Dunia
islam sebenarnya mempunyai keinginan yang secara luas untuk menjadikan suatu
kenyataan yang dapat di temui pada mayoritas muslim yang luas diantaranya,
usaha-usaha untuk mempertahankan identitas religius dan budaya mereka , untuk
menerapkan kembali hukum Allah yang telah digeser peranya oleh
perundang-undangan sistem hukum eropa selama periode kolonial di beberapa
kawasan bekas tanah jajahan dari dunia islam untuk mengajukan gagasan
bagian-bagian dunia islam dan masyarakat islam yang beragam agar lebih erat
lagi dalam kebersamaan, dan menegaskan kembali tradisi khajanah intelektual,
budaya, dan artistik islam.
Kelompok fundamentalisme Islam atau
Islamis radikal terbagi dalam dua kelompok. Pertama, kelompok yang bersifat
nasional dan regional, yang bergerak dalam satu negara (nasional) dan beberapa
negara (regional) tertentu. Kedua, kelompok yang bersifat transnasional atau
supranasional yang tidak terikat kepada negara tertentu. Kelompok ini dikenal
pula dengan nama neofundamentalis, neoislamis, dan jihadis. Kaum
fundamentalisme Islam atau Islam radikal umumnya menganggap demokrasi sebagai
sistem kufr, kafir. Berdasarkan prinsip ini, mereka semula mengharamkan
mengambil dan menerapkan sistem demokrasi.
Kecenderungan
umat islam dalam menghadapi globalisai adalah revivalis. Revivalis menjelaskan
factor dalam (internal) dan factor luar (eksternal) sebagai dasar anaisis
tentang kemunduran umat islam.
Bagi
revivalis, umat islam terbelakang karena mereka justru menggunakan ideology
lain atau isme sebagai dasar pijakan daripada menggunakan Al Qur’an sebagai
acuan dasar. Pandangan ini berangkat dari asumsi bahwa Al Qur’an pada dasarnya
telah menyediakan petunjuk secara komplit, jelas, dan sempurna sebagai dasar
bermasyarakat dan bernegara.2
C. Islam
dan Pluralisme
Pluralisme
berasal dari kata plural yang berarti banyak atau berbilang atau “bentuk kata
yang digunakan untuk menunjukan lebih dari satu” (form of word use with
reference to more than one).Pluralism dalam filsafat adalah pandangan yang
melihat dunia terdiri dari banyak makluk.
Pertama, pluralisme
makhluk Allah dapat dilihat dari kenyataan bahwa manusia bukanlah makhluk
berakal satu-satunya di alam raya ini. Di samping manusia, adajin, iblis, dan
malaikat yang tidak dapat dilihat oleh manusia.Dari keempat makhluk itu,
manusia makhluk termuda. Mereka adalah makhluk spiritual dengan ciri-ciri
sendiri dengan peranan dan kepentingan yang berbeda. Malaikat adalah makhluk
halus yang selalu patuh dan taat pada perintah Allah. Sedangkan jin adalah
makhluk halus yang dalam ketaatan dan keingkaran kepada Allah tidak dapat
diubahnya seperti manusia. Diantara mereka ada yang taat dan ada yang ingkar.
Sementara itu, iblis atau setan adalah makhluk yang selalu ingkar [2] kepada Allah dan berusaha mengalihkan manusia dari jalan
benar. Pluralisme makhluk Allah adalah
bertujuan menguji kemanusiaan manusia yang dapat patuh dan membangkang kepada
Allah berdasarkan pilihan bebasanya, tetap irisiko yang harus diterima atas
pilihan yang diberikan, baik di dunia maupun di akhirat.
Kedua adalah pluralism suku
bangsa.Manusia pertama adalah Adam yang diciptakan dari unsur-unsur yang
berasal dari tanah.Bersama Adam diciptakan pasangannya.Keturunan mereka
berkembangbiak menjadi kelompok-kelompok kecil dan besar.Keturunan letak,
geografis, pilihan diri, kesamaan nasib dan lain-lain telah membuat mereka
terkotak-kotak menjadi suku-suku dan bangsa-bangsa.Tadinya mereka satu karena
berasal dari asal yang satu, kemudian karena faktor-faktor tersebut mereka
terpisah-pisah dan bahkan sampai bermusuhan.Pluralisme suku dan bangsa
disamping bernilai positif untuk kemajuan suku dan bangsa tersebut juga
bersifat negative kearah terjadinya konflik dan penindasan antar sesame
manusia.Islam melihat bahwa suku dan berbangsa itu adalah suatu yang normal,
tetapi keberadaan seorang dalam satu suku dan bangsa tidaklah membuat lebih
mulia dari seseorang yang berada di suku dan bangsa lain, kecuali yang
berpresentasi baik dalam ukuran moral.Al-Quran menyatakan bahwa manusia
diciptakan berpasangan dan dijadikan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa adalah
untuk saling mengenal kebaikan masing-masing. Orang yang paling mulia diantara
mereka adalah orang yang paling bertakwa (Qs al-Hujurat: 13). Pluralisme suku
bangsa bertujuan untuk ‘fastabiqul-khayrat” kompetensi dalam melakukan
kebaikan.
Ketiga adalah pluralisme bahasa yang mengikuti pluralism
bangsa. Bangsa-bangsa berbudaya dan berperadaban melalui bahasa yang
meraka ucapkan.Berbahasa adalah salah satu cirri kemanusiaan. Manusia dikatakan
sebagai binatang yang berbicara
(hayawannathiq) .Pepatah kita mengatakan bahwa bahasa menunjukkan bangsa.
Bahasa adalah salah satu yang menunjukkan kebesaran Allah
(Qs ar-Rum: 22) yang memberikan kemampuan kepada manusia untuk menyatakan apa
yang ada pada dalam dirinya. Kerena itu, sebagai pemberiaan Allah, manusia
tidak boleh menyalahgunakan bahasa dengan mengucapkan kata yang tidak benar,
berbohong, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal (Qs an-Nahl: 116) dan lain-lain.
Keempat adalah
pluralisme agama. Pada dasarnya setiap manusia mempunyai
kebebasan untuk meyakini agama yang dipilihnya dan beribadah menurut keyakinan
tersebut, persis seperti termaktub dalam
pasal (2) Pasal 29 UUD 1945. Dalam Al-Quran banyak ayat yang berbicara tentang
penerimaan petunjuk atau agama Allah.Penerimaan terhadap sebuah keyakinan agama
adalah pilihan bebas yang personal. Barang siapa yang sesat berarti Ia
menyesatkan diri sendiri (Qs al-Isra’: 15). Orang yang mendapat petunjuk benar
tidak ada yang menyesatkan dirinya sendiri (Qs az-Zumar: 37) danorng yang sesat
dari jalan yang benar tidak ada yang akan dapan menjuluki selain Allah (Qs
al-Baqarah: 256), juga dikenal pula prinsip “untuk kalian agama kalian, dan
untukku agamaku” (Qs al-Kafirun). Sungguh pun demikian, manusia diminta untuk
menegakkan agama fitrah (Qs ar-Ruum: 30). Fitrah adalah ciptaan, dan agama
adalah ciptaan Allah.Sementara manusia sendiri juga diciptakan oleh Alllah. Dua
ciptaan dari maha pencipta yang sama, yaitu manusia dan agama, tidak mungkin
melahirkan kontradiksi. Karena aituopsi yang terbaik ialah memilih agama
ciptaan Allah.
Kelima, pluralism partai. Partai atau golongan dalam
Al-Quran disebut hizb. Ciri partai
adalah kecintaan dan kebanggaan orang kepada partainya.Al-Quran menyatakan,
“setia partai atau golongan gembira dengan apa yang ada pada mereka.”(Qs
ar-Rum: 32, Qs al-mu’minun: 53).Dengan demikian, pluralism partai dapat
bernilai positif bila kesenangan kepada partai berada dalam batas kewajaran dan
keluruhan.Atas dasar ini konsepsi Islam hanya dua jenis. Pertama adalah partai
Allah yang pasti akan menang (Qs al-Ma’idah: 56), dan partai setan yang pasti
akan kalah. Menang atau kalah yang dimaksud tentu saja bukan hanya dalam kontek
spolitik, pemilu, dan perolehan kursi di lembaga-lembaga Negara, namun dalam
pengertian hidup mendapat rahmat atau kutukan Allah di akhirat.
Keenam adalah pluralism profesi dan hasil yang diperoleh
dari usaha mencari rizki.Manusia mempunyai kebebasan memilih profesi untuk
menopang kehidupannya.Profesi adalah pekerjaan untuk mencari
penghidupan.Manusia adalah khlifah Allah di bumi yang di beriman dan untuk
mendayagunakan bumi demi kepentingannya.Al-Qoran menyatakan, “Kami telah
membagi-baagi di antara mereka penghidupan mereka. Kami mengangkat sebagian
mereka mendayaguna untuk sebagian lain.” (Qs az-Zukhruf: 32)
Pluralisme profesi adalah untuk tujuan positif, yaitu
menopang kehidupan bersama atas dasar saling membutuhkan antar sesame manusia
dan bukan untuk kelaziman, penindasan antara satu kelompok tertentu masyarakat
atas kelompok lain. Atas dasar ini Islam melarang penipuan, riba, bersikap
curang, mengambil yang bukan hak, kezaliman dan lain-lain. Sebaliknya warga
yang mempunyai profesi baik dari segi perolehan materi berkewajiban membantu
warga lain yang mempunyai profresi kurang menguntungkan melalu iin stusi zakat,
sedekah, wasiat, wakaf, hibah dan lain-lain.
Ketujuh adalah pluralism sumber daya. Factor-faktor
produksi yang bersifat manusiawi dan alami diberikan kepada setiap individu dan
bangsa secara bebas, tetapi dengan cara yang berbeda dan tidak sama. Al-Quran
menyatakan, “janganlah berangan-angan terhadap apa yang dilebihkan oleh Allah
kepada sebagian kalian atas sebagian yang lain.Kaumpriamen dapatkan sesuatu
dari hasil usaha mereka dan kau wanita mendapatkan hasil sesuatu dari usaha
mereka.Meintalah kepada Allah untuk mendapat keutamaan.” (Qs an-Nisa: 32).
“ia-lah yang menjadikan kalian sebagai khalifah di bumi serta mengangkat
sebagian kalian atas sebagian yang lain beberapa tingkat supaya Ia dapat
menguji kalian atas apa yang diberikannya kepada kalian.” (Qs al-An’am:165)
Implikasi sumber daya ini adalah bahwa seseorang tidak
dapat menghalangi orang lain dalam masyarakat dan alam untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya selama Ia berjalan dalam koridor hokum yang benar.ia harus yakin bahwa
kebutuhan-kebutuhan dasar orang lain dapat dipenuhi. Hal itu karena mendapat
kebutuhan hidup merupakan hak yang diberikan Allah kepada semua makhluk sejak
lahir dan itu merupakan iradah Allah.[3]
D. Islam
dan Terorisme
Jihad (berjuang atau berusaha keras ) kadang disebut
sebagai rukun islam ke enam . Kepentingan jihad berakar pada perintah al qur’an
untuk berjuang dijalan Allah dan contohnya nabi Muhammad dan para sahabatnya. Jihad adalah perjuangan
terkait dengan kesulitan dan kompleksitas suatu perjuangan hidup yang baik
terhadap kejahatan dalam diri sendiri. Untuk menjadi baik dan bermoral,
melakukan upaya serius untuk melakukan amal saleh dan membantu merevormasi
masyarakat. Tergantung pada keadaandimana seseorang tinggal, iya dapat juga
berarti berjuang melawan ketidakadilan dan penindasan, menyebarkan dan
mempertahankan islam, dan menciptakan masyarakat yang adil melalui ceramah dan
jika perlu, perjuangan atau perang suci. [4]
Dalam artinya yang paling umum, jihad mengacu pada
kewajiban semua muslim, individu dan masyarakat, untuk mengikuti dan mewujudkan
kehendak allah: untuk memimpin kehidupan yang baik dan memperluas komunitas
islam melalui pendidikan, nasihat, contoh, tulisan dan lain-lain. Jihad juga
mencakup hak, tentunya kewajiban islam untuk mempertahankan islam dan masyarakat
islam dan agresif. Sepanjang sejarah, panggilan jihad dikumandangkan muslim
untuk mempertahankan islam.
1. Al
Qur’an tidak memaafkan Terorisme
Islam,
seperti halnya agama dunia, tidak mendukung ataupun mensyaratkan kekerasan yang
tak di benarkan. Al qur’an tidak membela atau mengampuni terorisme. Seperti
semua kitab suci lainnya, teks-teks suci islam harus dibaca dalam konteks
sosial dan politik masa diwahyukannya. Tidak mengejutkan bahwa Al qur’an
seperti kitab suci yahudi dan perjanjian lama, memiliki ayat-ayat yang
berhubungan dengan bertempuran dan tingkah laku pada waktu perang.
Allah berfirman:
“Dan
berperanglah di jalan Allah pada mereka yang memerangi kamu, tetapi jangan
berlebihan: Allah tidak mencintai orang yang berlebih-lebihan.”
Ketika
komunikasi muslim telah tumbuh pertanyaan sering timbul mengenaai apa prilaku
yang benar dilakukan selama perang. Al –qur’an memberi
petunjuk rinci dan aturan terkaid dengan tindakan perang siapa yang di perangi
dan siapa yang di bebaskan, dan bagaimana perlakuan tawanan.[5]
2. Islam tidak membenarkan terorisme, pembajakan
dan penyandraan
Sementara
tindakan terorisme dan kekerasan dilakukan oleh ekstrim kejam telah
menghubungkan islam dengan terorisme, tradisi islam menetapkan batas pengunaan
kekerasan dan menolak terorisme, pembajakan dan penyandraan. Seperti pada
kepercayaan lainya arus utama dan donkrin normatif dan hukum-hukum rtelah
diperbaiki, diambil dari Al-qur’an , mengabaikan petunjuk untuk tidak perang
dan menolak terorisme.
Al-qur’an memberi petunjuk terinci
Ketika komunitas muslim tumbuh, pertanyaan muncul
mengenai siapa yang memiliki otoritas politik dan agama, bagaimana menagani pembrontak dan perang sipil apa
prilaku yang benar selama perang dan damai dan bagaimana alasan dan perluasan
serta penaklukan yang saah kekerasan dan penlakan. Jawabannya yaitu mengacu
pada perpaduan Al-qur’an dan praktek dari Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya.
Al-quran memberi petunjuk dan aturan terkait dengan siapa yang diperagi, kapan
peperangan harus berahir, bagaimana memperlakukan tawanan , menekankan
proporsionalitas dalam peperangan : “siapapun yang menyerang kamu balaaslah
dengan yang setimpal (Al-qur’an {2}: 194) ayat lain memberikan perintah kuat
untuk melakukan perdamaian : jika musuh kamu cenderung berdamai, maka kamu juga
harus berdamai dan mempercai Allah (Al-qur’an {6}: 81) dan jika Allah
menghendaki Ia mampu membuat mereka menguasai kamu
dan tidak memerangi kamu dan menawarkan perdamaian maka Allah tidah membolehkan
kamu memerangi mereka (Al-qur’an {4}: 90). Dari awal komuniksi Islam
menghadapi pemberontakan dan perang sipil, kekerasan dan teorisme dilambangakan
dengan kelompok khawarij dan assasin. [6]
3. Islam tidak membolehkan bom bunuh
diri
Pada tanggal 25 februari 1994, Baruch Goldstein,
pemduduk yahudi bermigrasi ke israel dari as masuk kemasjid patriarki di di
herbon dan menembakan senjata, membunuh 29 nuslim yang sedang beribadah shalat
jamaah jum’at. Hamas gerakan perlawanan Islam memperkenalkan gaya perang baru
di daerah konflik Palestina, Israel pemboman bunuh diri. Dalam hubungan israel
palestina meningkat secara tradisional muslim dilarang tanpa syarat untuk
melakukan bunuh diri karena hanya Allah yang mempunyai hak untuk mengambilkehidup
yang ia berikani
Ayat yang menjelaskan bunuh diri:
“
Hai orang yang beriman. Janganlah kamu memakan harta kekayaanmu dengan cara
yang tidak benar tetapi lakuakanlah perdagangan yang disetujui bersama dsan
janaganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sungguh Allah maha pengasih kepada
mu’’ . (Al-qur’an {4}: 29).[7]
Tetapi banyak muslim percaya bahwa
“jangan bunuh dirimu sendiri” berarti jangan saling membunuh , karena ia cocok
dengan konteks ayat tersebut. Jadi masalah bunuh diri sedikit dibahas dalam
literatur kitab suci. Tetapi sunah Nabi sering secara jelas dan mutlak melarang
bunuh diri.hukuman untuk mereka yang melakukan bunuh diri adalah pengulangan tindak
bunuh diri yang dilakukan tanpa akhir.
Dalam israel palestina kekerasan israel yang mengikat kebrutalan dan
pembunuhan bertragedi memperkuat kepercayaan diantara orang palestina dan
muslim bahwa yang disebut pembom bunuh diri tidak sedang melakukan bunuh diri
tetapi melakukan pengorbanan diri, terlibat dalam penolakan dan pemberontaakan
terhadap pendudukan dan tekanan israel. Seperti sebuah poster mahasiswa di
universitas ditepi barat dan jalur gaza menyatakan bahwa israel memiliki bom
nuklir, kami memliki bom manusia.
Penggunaan konsep agama seperti jihat
dan kesahihan untuk membenarkan bom bunuh diri memberikan insentif yang kuat prospek
di hormati sebagai pahlawan dalam kehidupan dan menikmati surga diakhirat
nanti. Pemboman bunuh diri secara khusus yang bertarget sipil tak bersalah dan
yang tidak memerangi, telah menyebabkan perbedaan tajam di dunia muslim,
pendukung dan pengutuk memiliki dasar agama. Pemimpin agama yang terkenal yang
berbeda dalam pendapat hukum (fatwa) mereka adalah Syaikh Ahmad Yasim, pemimpin
agama dan pendiri Hamas dan Akram Sabri, Mufti Yerusalem, juga banyak pemimpin
agama Palistina dan arab lainnya, berpendapat bahwa bom bunuh diri perlu dan
dibenarkan. Tetapi yang lain mengutuk bom bunuh yang menargetkan sasaran sipil
sebagai sesuatu tindakan terorisme.
Ulama dan pemimpin Islam yang terkenal
berbeda dengan pendapatnya, Syaikh al-Syaikh, kepala Masjid al-Azhar dan bekas
Mufti Besar Arab Saudi menyalahkan semua bom bunuh diri sebagai tindakan yang
tidak Islam dan dilarang oleh Islam. Syaikh Muhammad Sayad Tantawi, Mufti Besar
Mesir dan seorang otoritas agama yang terkenal, menarik perbedaan tajam antara
bom bunuh diri yang merupakan tndakan pengorbanan diri dan pertahanan diri dan
pembunuhan orang yang tidak berperang, wanita dan anak-anak, yang selalu
dikutuknya. Syaikh Yusuf al-Qardawi, di antara otoritas agama yang paling
berpengaruh telah memberi fatwa yang mengakui bom bunuh diri sebagai tindakan
bertahan, dengan memberikan hidup seseorang untuk Allah dengan harapan Allah
akan memberinya surga.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Dunia
kontemporer Islam atau dunia pembaruan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan
paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern.
2.
Dalam
bahsa arab, istilah radikalisme itu biasa id sebut tathorruf, menjadi
muthothorrifin. Kemudian juga diartikan dengan istilah terror atau menciptakan
bencana-bencana. Radikal dalam bahasa Indonesia
berarti amat keras menuntut perubahan. Sementara itu, radikalisme adalah paham
yang menginginkan perubahan sosial dan politik dengan cara drastis dan
kekerasan.
3.
Istilah
fundamentalisme islam membangkitkan banyak imej
seperti revolusi iran serangan gedung wpc, dan pentagon pada 11
september , Ayatollah Khomeini, Osama bin Laden al-Qaeda dan pelaku bom bunuh
diri. Bagi kebanyakan, istilah ini disamakan dengan radikalisme, ekstemisme
agama dan terorisme.
4.
Jihad adalah perjuangan terkait dengan kesulitan dan
kompleksitas suatu perjuangan hidup yang baik terhadap kejahatan dalam diri
sendiri.
5. Tuhan
menurut al qur’an secara konsisten dipotretkan sebagai tuhan yang penuh kasih
sayang dan rahmat Allah; diseluruh Al qur’an dalam banyak konteks, muslim di
ingatkan untuk kasih dan adil.
6. Hai
orang yang beriman. Janganlah kamu memakan harta kekayaanmu dengan cara yang
tidak benar tetapi lakuakanlah perdagangan yang disetujui bersama dsan
janaganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sungguh Allah maha pengasih kepada
mu’’ . (Al-qur’an {4}: 29).
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah Amin,2011
Studi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Antang dkk.2010. Metodologi Studi
Islam.Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Azra,
Azytmardi,2005, Nilai-nilai Plularisme Dalam Islam, Bandung : Nuansa
Esposito Jhon
L. 2005. Islam Aktual. Depok: Inisiasi Press
Fanani
Muhyar.2010. Metodolgi Studi Islam. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Smith,Mirecea
Aliade,dkk.2000. Metodologi Studi Agama. Yogyakarta
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...