Ketahuilah,
semoga Allah merahmatiku dan dirimu, bahwa Allah telah memerintahkan
hamba-hamba-Nya untuk bertaubat dengan ikhlas dan telah menetapkan bahwa melakukannya (taubat) adalah
kewajiban. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS
At-Tahrim [66] : 8)
Allah telah memberikan kita waktu
untuk bertaubat
sebelum kiraaman kaatibin (malaikat yang mulia yang mencatat amalan) mencatat amal-amal kita. Nabi bersabda: “Malaikat di sebelah kiri mengangkat penanya (yakni menunda untuk menulis) selama enam jam (ini mungkin berkenaan dengan waktu enam jam dari 60 menit perjam sebagaimana yang dihitung para atronom, atau dapat merujuk pada periode singkat di siang atau malam hari –Lisaan al-Arab)
sebelum dia mencatat perbuatan dosa seorang Muslim. Jika dia menyesalinya dan memohon ampunan Allah, amal (buruk) itu tidak dicatat, selain itu maka akan dicatat sebagai satu amal (buruk).” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Baihaqi dalam Shu’ab al-Iman – Cabang-cabang Iman);
dihasankan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah, 1209). Tenggang waktu lebih lanjut diberikan setelah amal tersebut tercatat, sampai saat sebelum ajal mendekatinya.
sebelum kiraaman kaatibin (malaikat yang mulia yang mencatat amalan) mencatat amal-amal kita. Nabi bersabda: “Malaikat di sebelah kiri mengangkat penanya (yakni menunda untuk menulis) selama enam jam (ini mungkin berkenaan dengan waktu enam jam dari 60 menit perjam sebagaimana yang dihitung para atronom, atau dapat merujuk pada periode singkat di siang atau malam hari –Lisaan al-Arab)
sebelum dia mencatat perbuatan dosa seorang Muslim. Jika dia menyesalinya dan memohon ampunan Allah, amal (buruk) itu tidak dicatat, selain itu maka akan dicatat sebagai satu amal (buruk).” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Baihaqi dalam Shu’ab al-Iman – Cabang-cabang Iman);
dihasankan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah, 1209). Tenggang waktu lebih lanjut diberikan setelah amal tersebut tercatat, sampai saat sebelum ajal mendekatinya.
Persoalannya adalah banyak orang
sekarang ini tidak menempatkan harapan dan takut kepada Allah. Mereka
mengkhianati-Nya dengan melakukan berbagai macam dosa, siang dan malam. Ada
diantara orang-orang yang dicoba dengan pemikiran menganggap dosa-dosa sebagai
sesuatu yang tidak signifikan, sehingga engkau dapat melihat salah seorang
diantara mereka menganggap ‘dosa-dosa kecil tertentu’ (saghaa’ir) tidak
penting, sehingga dia mungkin berkata, “Apa bahayanya jika saya melihat atau
berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram?” Mereka menganggap tidak
apa-apa memandang wanita dalam majalah atau pertunjukan TV. Sebagian diantara
mereka, ketika dikatakan kepada mereka bahwa ini haram akan bertanya dengan
berkelakar, “Lalu seberapa buruk hal itu? Apakah itu termasuk dosa besar atau
dosa kecil?” Bandingkanlah sikap ini dengan apa yang digambarkan dalam hadits
yang diriwayatkan oleh al-Bukhari rahimahullah. Anas berkata: “Engkau
melakukan hal-hal yang dimatamu terlihat lebih ringan dari sehelai rambut,
namun di masa Rasulullah kami menganggapnya sebagai sesuatu yang dapat
menghancurkan seseorang.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Seorang
Mu’min menganggap dosa-dosanya seolaholah dia duduk dibawa sebuah gunung yang
dia takut gunung tersebut akan jatuh menimpanya, sedangkan orang yang berdosa
menganggap dosa-dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di hidungnya dan dia
menepiskannya.”
Apakah orang-orang ini akan memahami
keseriusan masalah ini jika mereka membaca hadits Nabi berikut ini:
“Hati-hatilah terhadap dosa-dosa kecil yang seringkali diremehkan, karena hal
itu seperti sekelompok orang yang singgah di dasar lembah. Salah seorang
diantara mereka membawa sebuah ranting, dan yang lainnya membawa sebuah ranting
sampai mereka semua mengumpulkan ranting-ranting yang cukup untuk memasak
makanan mereka. Dosa-dosa kecil ini akan membinasakan mereka.” (Diriwayatkan
oleh Ahmad; Shahih al-jami’, 2686-2687)
Para ulama berkata bahwa ketika
dosa-dosa kecil diikuti oleh kurangnya rasa malu atau penyesalan, dan tanpa
rasa takut kepada Allah, dan dianggap remeh, maka memungkinkan bahwa dosa-dosa
itu akan dihitung sebagai dosa besar. Oleh karena itu dikatakan kepadamu bahwa
tidak ada dosa-dosa kecil yang kecil bagimu dan tidak ada dosa besar yang besar
bagimu jika engkau terusmenerus memohon ampun.
Maka kita katakan kepada orang-orang
yang berada dalam kondisi seperti ini: Jangan berpikir apakah ini dosa kecil
atau dosa besar; Pikirkanlah Dia yang engkau khianati.
Insya Allah perkataan ini akan
memberikan manfaat kepada orang-orang yang ikhlas, dan yang menyadari dosa-dosa
dan kekurangannya, dan tidak terusmenerus melakukan kesalahan dan berpegang
teguh kepada keimanan.
Kata-kata ini adalah untuk mereka yang
beriman terhadap firman Allah:
“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa
sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,’ (QS Al-Hijr [15]
: 49)
Dan firman-Nya:
“dan
bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.” (QS Al-Hijr [15] : 49)
Sangat penting untuk memegang
pemahaman yang seimbang ini di dalam pemikiran kita.
[Aku Ingin Bertaubat, Tetapi By Syaikh
Muhammad Saleh Al-Munajjid]
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...