Suatu hari, Ahmad (30), naik angkutan umum. Setengah jam perjalanan, tepat
di tepi jalan, sopir memberhentikan kendaraan. Seolah tanpa bersalah, sang
sopir (maaf) mengeluarkan alat vitalnya lalu kencing di sebelah angkot, meski
banyak penumpang dan orang-orang sedang lalu lalang di jalanan.
Betapa kagetnya Ahmad. Meski ia seorang warga dusun, pemandangan seperti ini
baru kali ini ia lihat. Di tempatnya, di kampung terpencil, kencing sembarangan
–apalagi di jalanan—adalah aib. Tapi kekagetan itu hanya berumur pendek.
Sebab
ketika angkot berhenti di pemberhentian terakhir, ia justru melihat pemandangan
tak kalah mengagetkan. Para tukang ojek, kenek, sopir, bisa dengan tenang
kencing di bawah ban, di samping mobil mereka.
Adalah seorang kafir jahiliyah berkata kepada sahabat Salman Al-Farisiy.
“Sungguh Nabi kalian telah mengajari kalian tentang segala hal sampai tata cara
buang air”. Ketika itu, sahabat Salman menjawab, “Betul. Sungguh kami dilarang
menghadap kiblat saat buang air besar atau kecil, (kami juga dilarang) cebok
dengan menggunakan tangan kanan atau cebok kurang dari 3 batu, atau cebok
dengan kotoran hewan, atau tulang”. (HR. Muslim). Begitulah kekaguman seorang
kafir kepada akhlak Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad.
Bagaimana Adab buang "AIR" ?
***
Islam memang agama sempurna, sehingga dalam urusan ‘ke belakang’ pun ada
aturan dan adabnya. Begitu pentingnya urusan ini dalam syariat Islam sehingga
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kerap memperingatkan umatnya
agar senantiasa berhati-hati dalam urusan ini. Mengabaikan adab ini bisa
berakibat mendapatkan adzab.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Rasulullah pernah melewati dua kuburan
dari orang yang tengah mengalami siksa kubur. Kata beliau, yang seorang disiksa
karena kerap menyakiti tetangganya dan yang seorang lagi disiksa karena
senantiasa tidak sempurna bersuci (thaharah) setelah kencing. Na’udzubillah min
dzalik.
Bersuci secara asal-asalan menyebabkan adanya kotoran yang bersifat najis
tertinggal pada tubuh atau pakaian seseorang. Jika orang itu shalat, sementara
ada najis di badan atau pakaiannya, maka shalatnya akan tertolak. Itulah
sebabnya dia disiksa dalam kuburnya.
Sayangnya banyak orang, terutama kaum laki-laki, yang mengabaikan peringatan
tersebut, kencing di sembarang tempat, seperti di pinggir jalan, tanpa
melakukan thaharah sesuai syariat. Sebagian yang lain buang air besar di
tempat-tempat terbuka, biasanya nongkrong di pinggir sungai, membiarkan
auratnya terbuka dilihat orang yang sedang melintas. Celakanya, ada di antara
mereka yang sudi membuang kotorannya di selokan yang airnya tidak mengalir.
Sehingga tak pelak lagi, baunya akan menyebar ke mana-mana selain itu juga
menimbulkan bibit penyaki.
Perilaku seperti itu jelas-jelas dikutuk Rasulullah Saw. “Takutlah
(jauhilah) dua perbuatan terkutuk!”
Para sahabat bertanya, “Apakah kedua perbuatan itu wahai Rasulullah?”
Jawab Beliau, “Orang yang buang air besar di jalan tempat orang banyak
melintas atau di tempat mereka berteduh (seperti di bawah pohon).” (H.R.
Muslim).
Berikut ini adalah adab yang diajarkan Rasulullah tentang tatacara buang air
besar dan kecil.
· Jangan menampakkan aurat kepada orang lain ketika buang air, usahakan
mencari tempat yang tertutup. (H.R. Muslim)
· Jangan buang air di lubang binatang, di jalan tempat orang lewat, di
tempat berteduh, di sumber air, di tempat pemandian, di bawah pohon yang sedang
berbuah, atau di air yang mengalir ke arah orang-orang yang sedang mandi atau
mencuci.” (H.R. Muslim, Tirmidzi)
· Abu Hurairah menceritakan, Rasulullah bersabda, ” Janganlah kamu kencing
di air tenang, di mana kamu mandi pula di situ.” (H.R. Muslim)
· Masuklah ke dalam jamban (WC/toilet) dengan mendahulukan kaki kiri, ke
luar dengan mendahulukan kaki kanan. (H.R. Tirmidzi)
· Sebelum masuk jamban, disunahkan membaca doa: Allahumma inni a’uu dzubika
minal khubutsi wal khobaaits (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari bahaya
kotoran dan dari segala macam yang membahayakan.). Khubutsi dan khabaaits oleh
Ibnu Hibban al-Khaththabi, diartikan sebagai syaithan laki-laki dan syaithan
wanita.
· Setelah keluar dari jamban disunnahkan membaca doa:
Ghufronakal-hamdulillahilladzi adzhaba ‘anni adzaa wa ‘aafanii (Aku memohon
ampunan-Mu. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dariku dan
telah menyembuhkan aku.) (H.R. Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah).
· Jangan berlama-lama dalam jamban karena hal itu merupakan suatu mudharat.
Apabila sudah selesai hajatnya, secepatnya keluar dari jamban. (H.R. Nasa’i,
Ibnu Majah)
· Tidak boleh menjawab salam ketika berada di dalam jamban. Cara menjawabnya
cukup dengan isyarat suara (H.R. Muslim, Tirmidzi, Nasa’i)
· Jangan membaca dan membawa lafadz Allah dan Muhammad atau ayat-ayat
Al-Qur’an ke dalam jamban. (H.R. Nasai)
· Bila terpaksa buang air di tempat terbuka, jangan menghadap ke arah kiblat
dan jangan pula membelakanginya. Beliau bersabda: ” Apabila seseorang kamu
buang air (besar atau kecil) janganlah menghadap atau membelakangi kiblat…”
· Pergunakanlah tangan kiri ketika membersihkan kemaluan dan dubur. Jangan
menyentuhnya dengan tangan kanan. (H.R. Muslim)
· Bersucilah sebanyak bilangan ganjil minimal tiga kali. Barang-barang yang
dibolehkan untuk beristinja yaitu air, batu, tanah liat yang keras atau kertas.
(H.R. Bukhari Ibnu Majah). Semoga kita dapat melaksanakannya.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung dan mohon komentar yang membangun namun santun...